DPR DISOROT, POLISI DISALAHKAN, TNI DIINGATKAN, PARTAI DIPERTANYAKAN

 

DPR DISOROT, POLISI DISALAHKAN, TNI DIINGATKAN, PARTAI DIPERTANYAKAN

Menafsir Tuntutan 17+8, Krisis Kepercayaan Publik, dan Dua Peristiwa Pemicu Demonstrasi

oleh: K. D. Andaru Nugroho*

Demonstrasi mahasiswa kembali merebak. Kali ini, api protes dipicu oleh dua peristiwa yang mengusik rasa keadilan publik: tewasnya seorang pengemudi ojek online setelah terlindas mobil taktis polisi, serta polemik kenaikan tunjangan DPR yang dianggap tidak wajar dibanding kondisi riil buruh bergaji UMR. Dari peristiwa inilah lahir tuntutan 17+8, sebuah daftar panjang yang menjadi peta keresahan publik.

Jika ditelusuri, tuntutan itu tidak menyebar merata. DPR disebut dalam 10 poin, TNI 4 poin, sementara polisi dan partai politik masing-masing hanya 2 poin. Jumlah penyebutan yang timpang ini tidak bisa dianggap kebetulan. Ia adalah refleksi bobot masalah yang dianggap paling serius dan paling mendesak untuk dibenahi.

 

DPR: Pusat Krisis Legitimasi

DPR menempati posisi teratas dengan 10 poin tuntutan, menegaskan bahwa lembaga legislatif kini berada dalam sorotan paling tajam. Kritik paling keras diarahkan pada kenaikan tunjangan yang dinilai tidak sebanding dengan gaji mayoritas pekerja Indonesia. Dalam situasi ekonomi yang masih berat, keputusan itu dianggap sebagai wujud ketidakpekaan, bahkan pengkhianatan terhadap semangat keadilan sosial.

Namun, keresahan publik tidak berhenti pada isu gaji. Mahasiswa menyoroti etika dan akuntabilitas DPR. Desakan muncul untuk membekukan tunjangan, melaksanakan audit independen terhadap perilaku anggota, dan membuka akses transparansi anggaran. Bagi publik, DPR tidak sekadar gagal menjadi teladan, melainkan telah berubah menjadi simbol privilese politik yang semakin menjauh dari rakyat.

Tuntutan besar ini sejalan dengan fakta bahwa DPR adalah aktor politik yang paling terkait langsung dengan peristiwa pemicu demonstrasi. Krisis legitimasi DPR kini bukan hanya soal angka-angka gaji, ditambah dengan perilaku anggota Dewan yang tidak peka dan menyasar etika menjadikan semakin kuat soal hilangnya kepercayaan rakyat pada lembaga yang seharusnya mewakili mereka.

 

Polisi: Simbol Luka Kolektif

Polisi hanya disebut dalam 2 poin tuntutan, namun bobotnya sangat kuat secara emosional. Tuntutan ini lahir dari tragedi yang menyentuh hati publik: meninggalnya seorang pengemudi ojek online setelah terlindas mobil taktis polisi. Peristiwa itu menjadikan polisi simbol penyalahgunaan kekuasaan dan gagalnya negara memberi rasa aman kepada warganya.

Poin tuntutan kepada polisi berfokus pada penghentian tindakan represif, pembebasan mahasiswa yang ditahan, serta penegakan hukum terhadap aparat yang melanggar prosedur. Kritik publik tidak berhenti pada peristiwa tragis itu, melainkan menyoal kultur kekerasan yang dinilai berulang dan sistematis.

Meski jumlah tuntutannya lebih sedikit dibanding DPR, setiap seruan kepada polisi mengandung bobot moral yang besar. Publik menuntut agar polisi kembali pada fungsi dasarnya: melindungi masyarakat, bukan menakut-nakuti mereka, dan diwujudkan dalam reformasi kepolisian pada revisi UU No. 2 Tahun 2002.

 

TNI: Kekhawatiran Struktural

TNI muncul dalam 4 poin tuntutan agak janggal karena tidak berhubungan langsung dengan tragedi ojol maupun polemik gaji DPR. Penyebutan ini mungkin karena pengerahan TNI terkait dengan aktifitasnya membackup polisi dalam menangani kerusuhan yang menjadi kegelisahan berlebihan dan berujung dugaan masih adanya kegelisahan struktural di tengah masyarakat. Generasi muda, khususnya mahasiswa, masih menyimpan ingatan tentang peran ganda militer pada masa lalu, sehingga seruan untuk menegaskan kembali batas sipil-militer tetap relevan.

Tuntutan terhadap TNI antara lain agar tetap berada di barak, menjaga netralitas, dan tidak ikut campur dalam urusan sipil. Mahasiswa ingin memastikan bahwa reformasi yang telah berlangsung sejak 1998 tidak mengalami kemunduran.

Kritik ini bersifat preventif. Publik tidak ingin TNI menjadi bagian dari masalah dalam demokrasi, melainkan tetap fokus pada pertahanan negara. Dengan begitu, tuntutan kepada TNI lebih berfungsi sebagai peringatan dini agar batas antara sipil dan militer tidak kembali kabur.

 

Partai Politik: Induk Masalah Etika

Partai politik hanya muncul dalam 2 poin tuntutan, tetapi sorotan ini tetap penting. Kritik diarahkan pada lemahnya fungsi partai sebagai penjaga etika politik. Mahasiswa mendesak agar partai menegakkan disiplin terhadap kadernya, membuka ruang dialog, dan mengembalikan peran partai sebagai sarana pendidikan politik bagi rakyat.

Tuntutan ini sesungguhnya tidak berdiri sendiri, melainkan terhubung erat dengan kritik terhadap DPR. Sebab, DPR adalah wajah nyata dari partai. Ketika DPR dinilai gagal menjaga integritas, publik pun menilai partai-partai telah abai terhadap fungsi kaderisasi moral dan politik.

Dengan demikian, meski jumlah tuntutan kepada partai lebih sedikit, maknanya sangat strategis. Publik tidak hanya meminta perbaikan di parlemen, tetapi juga pada sumber utama para legislator: partai politik.

 

Membaca Pola dan Pesan Publik

Pola jumlah tuntutan ini memperlihatkan hierarki keresahan publik. DPR menjadi pusat kritik karena isu gaji dan etika yang langsung memicu demonstrasi. Polisi, meski hanya dua poin, menjadi sasaran emosional akibat tragedi ojol. TNI mendapat sorotan karena kekhawatiran struktural, sementara partai dipertanyakan karena gagal membina etika kader.

Jika disatukan, semua tuntutan ini menggambarkan satu pesan besar: negara sedang mengalami krisis kepercayaan. Rakyat, melalui suara mahasiswa, meminta negara dikembalikan pada kepentingan publik, bukan pada privilese politik atau kepentingan kelompok.

 

Refleksi

Tuntutan 17+8 dapat dibaca sebagai “diagnosis publik” terhadap rapuhnya demokrasi Indonesia. Ia menyoroti DPR yang terlalu sibuk dengan privilese, polisi yang gagal melindungi warga, TNI yang rawan keluar jalur, serta partai yang kehilangan orientasi.

Pesan mahasiswa sederhana namun kuat: negara harus kembali pada rakyatnya. Selama masalah-masalah mendasar ini tidak dijawab, gelombang protes serupa akan terus muncul, karena harapan akan hadirnya negara yang adil tak kunjung terpenuhi.

Institusi

Jumlah Penyebutan

Fokus Tuntutan

Korelasi dengan Pemicu Demonstrasi

DPR

10

Bekukan tunjangan, audit etika, transparansi anggaran, akuntabilitas politik

Polemik gaji/tunjangan DPR

Polisi

2

Hentikan kekerasan, tindak pelanggaran aparat

Kematian pengemudi ojol, keamanan publik

TNI

4

Tetap di barak, netralitas, tidak campur urusan sipil

Kekhawatiran peran ganda militer

Partai Politik

2

Disiplin kader, pendidikan politik, dialog publik

Etika politik, legitimasi demokrasi

 


Pendidikan

1. Administrasi Negara STIA LAN           

2. S2 Kajian Tannas UI

Pekerjaan

Pensiun TNI

Hobi

tulis menulis dan traveling

Minat

Pemerintahan Politik & Pertahanan

 



* Pensiunan TNI, Pemerhati Kesadaran Bela Negara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERMASALAHAN PEMBENTUKAN KOMCAD

STRATEGI PERTAHANAN NIRMILITER MEMBANGUN DAN MEMBINA KEMAMPUAN DAYA TANGKAL NEGARA DAN BANGSA MENGHADAPI ANCAMAN NONMILITER

ASPEK POLITIK DAN KEPENTINGAN NASIONAL DALAM PENYUSUNAN STRATEGI PERTAHANAN