“Peningkatan Status Komponen Pendukung Menjadi Komponen Cadangan: Pilar Penguatan Pertahanan Negara Semesta”
Oleh: K. D. Andaru Nugroho
Pendahuluan
Dalam sistem pertahanan negara yang bersifat semesta, setiap warga negara dan segenap sumber daya nasional memiliki kedudukan strategis untuk berkontribusi dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah. Konsep pertahanan semesta tidak hanya menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai garda utama, tetapi juga melibatkan unsur cadangan dan pendukung yang terorganisasi. Di tengah meningkatnya kompleksitas ancaman militer dan hibrida—yang mencakup serangan fisik, siber, ekonomi, hingga disinformasi—penguatan daya tangkal nasional membutuhkan sinergi lintas unsur secara menyeluruh dan terencana.
Komponen Pendukung (Komduk) merupakan salah satu elemen vital dalam struktur pertahanan negara. Komduk tidak terbatas pada sumber daya manusia saja, melainkan mencakup juga sumber daya alam strategis, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang dapat digunakan untuk mendukung pertahanan. Sebagian dari unsur Komduk, khususnya sumber daya manusia yang telah terlatih dan memiliki kompetensi, berpotensi untuk ditingkatkan statusnya menjadi Komponen Cadangan (Komcad) melalui mekanisme yang legal, selektif, dan sesuai kebutuhan strategis. Inilah bentuk keikutsertaan warga negara dan sumber daya nasional secara lebih aktif dan terintegrasi dalam pertahanan negara.
Makalah ini disusun untuk memberikan pemahaman konseptual dan praktis tentang bilamana, bagaimana, dan di mana peningkatan status Komduk menjadi Komcad dilakukan. Bab II akan menguraikan kerangka hukum dan landasan normatif yang menopang kebijakan ini. Bab III menjelaskan jenis dan klasifikasi Komduk yang dapat ditingkatkan, termasuk SDM, SDA, SDB, dan sarpras. Bab IV merinci mekanisme peningkatan status, mulai dari pemilihan hingga penetapan, serta aktor yang terlibat di dalamnya. Bab V memberikan rekomendasi arah kebijakan dan kebutuhan pengaturan teknis dalam bentuk Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan), guna memastikan proses ini berlangsung akuntabel, adaptif, dan mendukung kesiapsiagaan nasional. Dengan penyusunan yang sistematis dan inspiratif, diharapkan makalah ini menjadi pengantar yang memotivasi sekaligus mengarahkan lahirnya kebijakan pertahanan yang lebih kuat, inklusif, dan berbasis potensi nasional.
Landasan Hukum dan Kerangka Normatif Peningkatan Status Komduk
Peningkatan status Komponen Pendukung (Komduk) menjadi Komponen Cadangan (Komcad) memiliki dasar hukum yang kuat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal ini merupakan bentuk implementasi prinsip pertahanan negara yang bersifat semesta sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30, yang menegaskan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Secara operasional, ketentuan tersebut dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, yang menetapkan pengelompokan tiga komponen pertahanan: Komponen Utama (TNI), Komponen Cadangan (Komcad), dan Komponen Pendukung (Komduk). Dalam Pasal 45, dinyatakan bahwa Komduk terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang dapat digunakan untuk mendukung pertahanan negara. Sementara Pasal 52–54 menegaskan bahwa peningkatan status sebagian Komduk, khususnya unsur sumber daya manusia, dapat dilakukan untuk memperkuat Komcad, melalui prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah.
Kerangka pelaksanaan teknis dari proses ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019, khususnya pada Pasal 93, yang merinci tahapan peningkatan status Komduk menjadi Komcad, yakni melalui mekanisme pemilihan, pemanggilan, pelatihan, dan penetapan oleh Menteri Pertahanan. Proses ini dilakukan atas usulan Panglima TNI dan melibatkan koordinasi antarinstansi untuk memastikan seleksi yang tepat sasaran. Selain itu, Pasal 94 mengatur bahwa Komduk yang tidak ditingkatkan statusnya tetap berkewajiban memberikan dukungan sesuai kapasitasnya.
Kerangka hukum ini menunjukkan bahwa peningkatan status Komduk bukanlah sekadar inisiatif administratif, tetapi merupakan bagian dari kebijakan strategis pertahanan negara yang legal, terstruktur, dan terukur. Hal ini membuka ruang bagi partisipasi warga negara secara aktif, terorganisasi, dan terhormat dalam menjaga pertahanan nasional. Bab selanjutnya akan menguraikan lebih dalam siapa saja dan apa saja unsur Komduk yang dapat ditingkatkan statusnya menjadi Komcad.
Unsur Komponen Pendukung: Konsep dan Pengelompokan
Konsep Komponen Pendukung (Komduk) dalam sistem pertahanan negara bersifat luas dan mencakup segenap potensi nasional yang dapat dikerahkan dalam situasi darurat maupun kontinjensi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 Pasal 45 dan 46 serta penjabaran teknis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2021, Komduk didefinisikan sebagai seluruh sumber daya nasional, baik manusia maupun non-manusia, yang dapat digunakan untuk mendukung pertahanan negara. Hal ini mencerminkan pendekatan komprehensif dalam pertahanan semesta, di mana partisipasi bukan hanya menjadi tanggung jawab militer, tetapi juga seluruh elemen bangsa.
Pengelompokan unsur Komduk secara garis besar terdiri dari empat kategori utama, yakni: Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Buatan (SDB), serta Sarana dan Prasarana Nasional (Sarprasnas).
Pertama, Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan elemen yang paling dinamis dan dapat diberdayakan secara langsung. Kelompok ini mencakup:
• Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang perannya sangat relevan dalam mendukung operasi militer selain perang maupun penegakan hukum dalam situasi darurat.
• Warga negara yang telah terlatih, seperti relawan bela negara, alumni pelatihan dasar militer, maupun mereka yang pernah mengikuti pelatihan semi-militer yang diselenggarakan oleh Kementerian/Lembaga.
• Tenaga ahli dan profesional, seperti tenaga medis, teknisi komunikasi, logistik, pengemudi kendaraan taktis, analis sistem informasi, hingga operator drone sipil.
• Warga negara lainnya yang telah dibina, didata, atau diidentifikasi memiliki potensi strategis bagi kepentingan pertahanan negara.
Kedua, Sumber Daya Alam (SDA) meliputi kekayaan dan ketersediaan logistik yang terletak di wilayah Indonesia dan memiliki nilai strategis. Ini termasuk logistik wilayah, serta cadangan material strategis seperti bahan bakar, air bersih, bahan makanan, dan energi—yang pada masa darurat dapat dialihkan untuk mendukung operasi militer atau pertahanan sipil.
Ketiga, Sumber Daya Buatan (SDB) mencakup berbagai produk dan aset buatan manusia yang memiliki fungsi strategis. Misalnya, produk teknologi informasi, sistem navigasi dan komunikasi, perangkat pemantauan dan sensor sipil, hingga alat angkut sipil seperti pesawat, kapal, dan kendaraan berat yang dapat dimobilisasi.
Keempat, Sarana dan Prasarana Nasional (Sarprasnas) adalah bagian dari infrastruktur dan fasilitas publik maupun swasta yang dapat digunakan untuk mendukung operasi pertahanan. Ini meliputi jalan nasional, pelabuhan, bandara, gudang logistik, pusat komunikasi, serta gedung-gedung strategis yang dalam keadaan tertentu dapat difungsikan sebagai pos komando, tempat evakuasi, atau fasilitas pendukung logistik militer.
Namun demikian, tidak seluruh unsur Komduk dapat ditingkatkan statusnya menjadi Komponen Cadangan (Komcad). Berdasarkan Pasal 93 PP Nomor 3 Tahun 2021, hanya unsur Sumber Daya Manusia dari Komduk yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat dipilih, dipanggil, dilatih, dan ditetapkan sebagai Komcad. Dengan kata lain, transformasi status ini bersifat personal dan selektif, serta disesuaikan dengan kebutuhan pertahanan negara. Hal ini akan dibahas lebih rinci dalam bab selanjutnya terkait mekanisme peningkatan status dan peran masing-masing aktor pelaksana.
Bilamana Komduk Ditingkatkan Statusnya Menjadi Komcad
Peningkatan status Komponen Pendukung (Komduk) menjadi Komponen Cadangan (Komcad) tidak dilakukan sembarangan, melainkan hanya dalam kondisi tertentu yang menuntut penguatan struktur pertahanan negara secara cepat dan terukur. Mekanisme ini didesain untuk menjaga fleksibilitas pertahanan nasional, sekaligus memastikan bahwa transformasi status SDM Komduk tetap berpijak pada prinsip kebutuhan strategis, kesiapan operasional, dan legalitas kebijakan. Artinya, peningkatan status hanya dilakukan bilamana terdapat situasi atau keputusan yang memerlukan keterlibatan langsung unsur Komduk sebagai bagian dari kekuatan cadangan militer negara.
Pertama, peningkatan status dilakukan bilamana negara menghadapi potensi ancaman militer atau ancaman hibrida yang memerlukan penguatan cepat terhadap komposisi pasukan cadangan. Ancaman militer dapat bersifat konvensional maupun non-konvensional, seperti invasi terbuka, infiltrasi bersenjata, atau sabotase berskala besar. Sementara itu, ancaman hibrida seperti serangan siber, tekanan diplomatik yang berujung pada instabilitas domestik, hingga perang ekonomi, juga dapat mengubah situasi normal menjadi kondisi siaga pertahanan. Dalam konteks ini, Komduk menjadi cadangan sumber daya manusia yang sudah siap untuk dialihfungsikan secara taktis menjadi Komcad yang dapat dimobilisasi.
Kedua, peningkatan status relevan bilamana terdapat kebutuhan untuk memperluas kekuatan siap tempur secara cepat dan efisien. Dalam skenario tertentu, jumlah dan kesiapan Komcad yang tersedia mungkin tidak memadai untuk menghadapi spektrum ancaman yang berkembang. SDM Komduk yang telah dibina dan memenuhi syarat, seperti warga negara terlatih, tenaga ahli, dan profesional sektor strategis, menjadi opsi rasional dan legal untuk diperkuat statusnya sebagai Komcad. Kebutuhan ini biasanya diidentifikasi melalui evaluasi internal TNI, intelijen pertahanan, atau dinamika lingkungan strategis.
Ketiga, peningkatan status dapat dilakukan bilamana pemerintah menetapkan kuota atau target peningkatan berdasarkan hasil pemetaan potensi Komduk. Proses ini berbasis data dan informasi yang dikumpulkan secara berjenjang dari Kementerian Pertahanan, TNI, Kementerian/Lembaga, dan Pemerintah Daerah. Pemetaan dilakukan terhadap SDM Komduk yang telah tercatat dan dibina, disesuaikan dengan kebutuhan regional, matra pertahanan, dan potensi dukungan yang dimiliki. Dengan pendekatan ini, peningkatan status menjadi bagian dari desain besar sistem pertahanan yang akuntabel dan adaptif.
Keempat, peningkatan status menjadi Komcad dimungkinkan bilamana keputusan politik dan pertimbangan strategis menetapkan skenario mobilisasi berskala penuh atau terbatas. Mobilisasi adalah keputusan politik tertinggi yang dilandasi pertimbangan strategis nasional, baik karena adanya konflik terbuka, krisis regional, maupun eskalasi ancaman. Dalam skenario ini, sebagian atau seluruh Komduk dapat dipersiapkan untuk dialihstatuskan, dan unsur SDM-nya yang memenuhi syarat akan diproses menjadi Komcad sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Dengan kata lain, peningkatan status bukanlah kegiatan rutin, tetapi merupakan bentuk respons negara terhadap tantangan aktual dan potensial yang membutuhkan keterlibatan cadangan militer tambahan. Mekanisme ini tidak hanya memperkuat kesiapan nasional, tetapi juga memastikan bahwa setiap warga negara yang telah dibina dalam kerangka Komduk benar-benar memiliki jalur partisipasi yang jelas dan bermartabat dalam upaya pembelaan negara. Bab berikutnya akan membahas secara rinci bagaimana mekanisme peningkatan status ini dijalankan, siapa yang terlibat, serta tahap-tahap yang harus dilalui.
Bagaimana Mekanisme Peningkatan Status Komduk Menjadi Komcad
Peningkatan status Komponen Pendukung (Komduk) menjadi Komponen Cadangan (Komcad) merupakan langkah legal dan strategis dalam memperkuat kesiapan pertahanan negara. Mekanisme ini bukan sekadar transformasi administratif, tetapi bagian dari sistem rekrutmen cadangan militer berbasis kebutuhan negara, kesiapan individu, dan kelayakan operasional. Berdasarkan Pasal 92 PP Nomor 3 Tahun 2021, proses peningkatan status dilakukan melalui empat tahapan utama: pemilihan, pemanggilan, pelatihan, dan penetapan.
Tahapan pertama adalah pemilihan, yaitu proses identifikasi dan seleksi SDM Komduk yang memiliki kapasitas, kompetensi, serta kesiapan mental dan fisik untuk menjadi Komcad. Proses ini dilakukan oleh Menteri Pertahanan atas dasar usulan Panglima TNI. Calon yang dipilih biasanya berasal dari warga negara terlatih, tenaga ahli, relawan bela negara, atau unsur profesional lainnya yang telah masuk dalam sistem pendataan Komduk. Pemilihan bersifat selektif dan objektif, dengan mempertimbangkan aspek kebutuhan matra pertahanan, lokasi, keahlian khusus, serta urgensi kondisi keamanan nasional.
Tahapan kedua adalah pemanggilan, yaitu tindakan resmi dari Menteri Pertahanan kepada individu-individu Komduk terpilih untuk mengikuti tahapan pelatihan. Pemanggilan dapat dilakukan dalam situasi normal sebagai bagian dari pembinaan terencana, maupun dalam keadaan darurat saat negara membutuhkan mobilisasi cepat. Dokumen pemanggilan menjadi dasar hukum partisipasi calon Komcad dalam latihan resmi yang diselenggarakan oleh TNI.
Tahapan ketiga adalah pelatihan, yaitu kegiatan pembekalan militer dasar yang dilaksanakan oleh TNI di bawah tanggung jawab Menteri Pertahanan. Pelatihan ini meliputi disiplin militer, kedisiplinan perorangan, pembekalan taktik dasar, pembinaan fisik dan mental, serta simulasi kondisi lapangan. Durasi dan materi pelatihan disesuaikan dengan kebijakan pertahanan dan kebutuhan matra (darat, laut, udara). Penting untuk dicatat bahwa pelatihan ini tidak berlaku bagi anggota Polri, purnawirawan TNI/Polri, dan veteran Komcad yang telah memiliki pengalaman dan kemampuan militer sebelumnya.
Tahapan terakhir adalah penetapan, yaitu tindakan hukum berupa penetapan status Komcad oleh Menteri Pertahanan terhadap peserta pelatihan yang dinyatakan lulus. Dengan penetapan ini, nama-nama tersebut akan dimasukkan ke dalam register Komcad nasional dan resmi menjadi bagian dari sistem pertahanan negara. Penetapan bersifat personal, melekatkan kewajiban dan hak sebagai Komcad sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Seluruh proses peningkatan status ini dilaksanakan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme. Koordinasi lintas lembaga sangat penting, terutama antara Kementerian Pertahanan, TNI, Kementerian/Lembaga penyedia SDM Komduk, dan Pemerintah Daerah. Setiap tahapan memerlukan perencanaan matang, mulai dari pemetaan kebutuhan, seleksi calon, hingga pelaksanaan pelatihan dan penetapan. Mekanisme ini juga dapat dijalankan secara terprogram dalam waktu damai atau sebagai respons cepat saat terjadi krisis keamanan nasional.
Melalui mekanisme ini, negara tidak hanya memperluas kekuatan pertahanan, tetapi juga memberikan ruang aktualisasi bagi warga negara untuk mengambil peran langsung dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan bangsa. Mekanisme yang mirip berlaku pada SDA, SDB dab Sarana serta Prasarana, hanya tahapannya berbeda. Sesuai asal 93 PP Nomor 3 Tahun 2021, tahapan terhadap ketiga sumber daya tersebut adalah pemilihan, pemberitahuan, klasifikasi dan penetapan. Peningkatan status bagi SDA, SDB, dan Sarpras juga dapat dan perlu dilakukan dalam konteks mobilisasi, terutama bila mempertimbangkan jenis ancaman yang bersifat multidimensional—fisik maupun nonfisik—seperti logistik perang, infrastruktur transportasi, energi strategis, dan aset teknologi tinggi.
Peningkatan Status SDA Menjadi Komcad
Sumber daya alam yang strategis seperti cadangan energi (bahan bakar, gas), air, bahan pangan pokok, mineral penting, serta logistik wilayah lainnya dapat ditingkatkan statusnya menjadi bagian dari Komcad. Mekanismenya dilakukan melalui:
1. Penetapan oleh Menteri Pertahanan atas rekomendasi Kementerian teknis (ESDM, Pertanian, Perindustrian, dll).
2. Pemetaan dan klasifikasi lokasi-lokasi SDA strategis berdasarkan urgensi pertahanan.
3. Penyusunan sistem proteksi dan mobilisasi terhadap SDA yang ditetapkan.
Dengan status sebagai Komcad, SDA tersebut secara legal dapat dimobilisasi dan dilindungi dalam kerangka operasi pertahanan sesuai perintah politik negara.
Peningkatan Status SDB Menjadi Komcad
Sumber daya buatan (SDB) meliputi alat angkut sipil (pesawat, kapal, kendaraan berat), sistem komunikasi dan navigasi, fasilitas teknologi informasi, hingga infrastruktur manufaktur yang relevan untuk pertahanan. Proses peningkatan status dilakukan melalui:
1. Registrasi aset strategis oleh K/L dan BUMN swasta sebagai bagian dari basis data pertahanan.
2. Penetapan status siaga-mobilisasi bagi SDB tertentu untuk dapat difungsikan sebagai Komcad dalam kondisi darurat.
3. Peningkatan kemampuan teknis atau pelatihan operatornya untuk mempermudah integrasi operasional dalam konteks militer.
Dengan demikian, SDB tidak hanya berfungsi sebagai penunjang pasif, tetapi juga sebagai komponen aktif dalam sistem cadangan pertahanan nasional.
Peningkatan Status Sarana dan Prasarana Menjadi Komcad
Sarana dan prasarana nasional seperti pelabuhan, bandara, jalan strategis, gudang logistik, rumah sakit, pusat data, dan fasilitas pendidikan atau komunikasi dapat ditetapkan sebagai bagian dari Komcad. Langkah-langkah peningkatan status mencakup:
1. Inventarisasi infrastruktur strategis oleh Kementerian PUPR, Perhubungan, Kesehatan, Kominfo, dan instansi terkait.
2. Penetapan kesiapsiagaan operasional (operational readiness status) oleh Kementerian Pertahanan bekerja sama dengan K/L dan Pemda.
3. Pemberian perlindungan hukum serta prosedur penggunaan sarpras dalam skenario mobilisasi terbatas atau penuh.
Dengan penetapan ini, sarpras yang semula hanya berstatus pendukung pasif, kini dapat dijadikan pos komando alternatif, fasilitas perawatan massal, atau pusat distribusi logistik dalam kerangka pertahanan aktif.
Implikasi Hukum dan Kelembagaan
Penetapan status Komcad untuk unsur non-SDM tetap memerlukan Keputusan Menteri Pertahanan dan koordinasi lintas sektor. Selain itu, perlu ada pembentukan sistem pengendalian dan pemantauan terhadap aset SDA, SDB, dan Sarpras yang telah ditetapkan. Kementerian Pertahanan, melalui Ditjen Pothan, perlu menetapkan sistem manajemen risiko, simulasi pemanfaatan, serta integrasi dengan sistem pertahanan sipil.
Di Mana Proses Peningkatan Status Komduk Dilaksanakan
Peningkatan status Komponen Pendukung (Komduk) menjadi Komponen Cadangan (Komcad) merupakan proses yang tidak hanya bersifat administratif dan legal, tetapi juga membutuhkan dukungan spasial dan kelembagaan yang kuat. Pelaksanaannya tidak terpusat di satu lokasi nasional, melainkan tersebar secara strategis di berbagai tingkat wilayah, pusat pendidikan militer, serta lingkungan institusi sumber Komduk. Lokasi pelaksanaan ini disesuaikan dengan karakter wilayah, kemampuan logistik, potensi SDM setempat, dan struktur organisasi pertahanan yang ada.
Pertama, pada tingkat nasional, proses perencanaan, koordinasi, dan pengambilan keputusan dilakukan oleh Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI. Di sinilah disusun peta kebutuhan peningkatan status Komduk, penetapan kuota nasional, serta pengeluaran Keputusan Menteri untuk menetapkan status Komcad. Kementerian Pertahanan juga menjadi pusat data, pemantauan, serta pengendalian program peningkatan status secara nasional. Dalam hal ini, unit kerja seperti Ditjen Pothan dan Puskomin berperan penting sebagai pengendali teknis dan administratif.
Kedua, pada tingkat wilayah pertahanan, pelaksanaan pelatihan militer dan seleksi fisik dilaksanakan oleh TNI melalui komando kewilayahan. Lokasi utama pelaksanaan adalah Resimen Induk Daerah Militer (Rindam), Pusat Pendidikan TNI, dan satuan-satuan latihan di bawah Kodam, Lantamal, atau Lanud sesuai dengan matra. Rindam, sebagai satuan pendidikan militer darat, merupakan lokasi ideal untuk pelatihan dasar Komcad dari SDM Komduk karena memiliki fasilitas pelatihan fisik, taktik, dan pendidikan kedisiplinan yang memadai. Di samping itu, satuan-satuan latihan lainnya juga digunakan secara fleksibel berdasarkan kebutuhan matra dan kapasitas lokasi.
Ketiga, proses seleksi dan pendataan awal juga dapat dilaksanakan di lingkungan sumber Komduk, yaitu tempat asal SDM, SDA, SDB, Sarana dan Prasarana Komduk berasal—baik dari lingkungan kementerian/lembaga, institusi pendidikan, organisasi profesi, badan usaha milik negara/swasta, maupun komunitas strategis lainnya. Di tingkat ini, Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab memfasilitasi identifikasi, pembinaan, serta pengusulan calon SDM, SDA, SDB, serta Sarana dan Prasarana Nasional Komduk untuk peningkatan status. Kodim dan Korem dapat dilibatkan untuk membantu proses validasi dan integrasi data, serta menjamin koordinasi dengan satuan TNI wilayah.
Keempat, proses pelatihan dapat juga dilakukan di lokasi-lokasi latihan gabungan nasional atau wilayah cadangan yang ditetapkan oleh Mabes TNI, terutama dalam kondisi siaga nasional atau saat negara menghadapi ancaman nyata. Dalam skenario darurat atau skala mobilisasi penuh, lokasi pelatihan dan pelaksanaan peningkatan status dapat mencakup kawasan logistik strategis, pelabuhan militer, hingga pusat pelatihan terpadu lintas matra.
Dengan sistem penyebaran lokasi yang fleksibel namun terstruktur ini, proses peningkatan status Komduk menjadi Komcad dapat diselenggarakan secara efisien, akuntabel, dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Model pelaksanaan yang mendekat ke sumber daya dan memanfaatkan fasilitas yang sudah ada menjadi kunci efisiensi, sekaligus memperkuat integrasi antara pertahanan pusat dan daerah. Bab berikutnya akan membahas lebih lanjut siapa saja aktor utama yang terlibat dalam perencanaan dan eksekusi peningkatan status ini, serta bagaimana sinergi antarinstansi harus dibangun secara berkelanjutan.
Siapa yang Bertanggung Jawab dalam Peningkatan Status
Peningkatan status Komponen Pendukung (Komduk) menjadi Komponen Cadangan (Komcad) merupakan proses lintas sektor yang memerlukan pelibatan berbagai pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Karena proses ini menyangkut pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara, maka diperlukan pembagian peran yang jelas dan sinergis antar-aktor, sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2019 dan PP Nomor 3 Tahun 2021.
Secara struktural, Menteri Pertahanan adalah aktor utama dalam proses peningkatan status Komduk. Kewenangan ini meliputi perumusan kebijakan, penyusunan rencana tahunan, penetapan kuota dan kriteria, serta penerbitan keputusan peningkatan status menjadi Komcad. Menteri juga bertanggung jawab atas proses pemanggilan dan penetapan akhir, menjamin integritas proses administrasi, serta membentuk sistem pemantauan dan evaluasi terhadap hasil pelatihan dan penetapan status Komcad.
Panglima TNI merupakan pihak yang memberikan usulan pemilihan calon SDM Komduk yang layak ditingkatkan statusnya. Selain itu, Panglima TNI memiliki peran sentral dalam menyelenggarakan pelatihan dasar militer, melalui satuan pendidikan TNI di setiap matra. TNI juga melaksanakan uji kesiapan dan evaluasi terhadap peserta pelatihan sebelum ditetapkan sebagai Komcad. Tugas ini dilaksanakan oleh komando pelaksana pendidikan seperti Rindam, Pusdiklat TNI, atau satuan lainnya yang ditunjuk.
Sementara itu, Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki tanggung jawab strategis dalam pendataan dan pembinaan awal SDM Komduk di sektor masing-masing. Kementerian teknis, seperti Kementerian Perhubungan, Kesehatan, Kominfo, PUPR, dan BUMN, dapat mengidentifikasi tenaga ahli dan profesional di lingkungannya yang relevan untuk pertahanan negara. Demikian pula Pemerintah Daerah melalui Badan Kesbangpol dan OPD teknis harus aktif mendukung proses rekrutmen dan fasilitasi pelatihan calon Komcad di wilayah masing-masing.
Selain itu, badan usaha dan organisasi profesi juga berperan sebagai penyedia atau sumber SDM Komduk. Mereka dapat menjalin kerja sama dengan Kementerian Pertahanan dan TNI untuk mendukung program pelatihan, pembekalan, atau penyediaan sarana latihan bagi SDM mereka yang ditingkatkan statusnya. Dalam kerangka pertahanan semesta, dunia usaha juga dapat menjadi mitra aktif dalam menyiapkan SDM strategis melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) atau pelatihan vokasional berbasis pertahanan.
Badan Nasional Pengelola Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (BNSDN-PN)—jika dibentuk dapat berperan sebagai institusi koordinatif lintas sektor. Fungsi utamanya adalah integrasi perencanaan, pemetaan, dan pengawasan pengelolaan sumber daya nasional, termasuk dalam proses peningkatan status Komduk. Sampai saat ini, peran koordinatif masih dijalankan oleh Kementerian Pertahanan melalui Ditjen Pothan.
Sinergi antarinstansi merupakan faktor kunci keberhasilan proses peningkatan status ini. Tanpa perencanaan terpadu, pendataan yang akurat, dan pelatihan yang profesional, kebijakan ini hanya akan menjadi instrumen administratif tanpa daya tangkal yang nyata. Karena itu, perlu dibangun sistem komando dan kendali yang jelas, prosedur teknis yang seragam, serta sistem insentif yang mendukung keterlibatan aktif semua pemangku kepentingan.
Bab selanjutnya akan menutup dengan rekomendasi arah kebijakan dan kebutuhan pengaturan teknis melalui Peraturan Menteri Pertahanan, agar peningkatan status Komduk menjadi Komcad dapat berjalan sistematis, kredibel, dan selaras dengan doktrin pertahanan semesta.
Rekomendasi Arah Kebijakan dan Kebutuhan Pengaturan Teknis
Peningkatan status Komponen Pendukung (Komduk) menjadi Komponen Cadangan (Komcad) merupakan kebijakan strategis yang memerlukan landasan operasional yang kokoh, sistem pendukung yang efisien, serta komitmen politik dan birokratis yang berkelanjutan. Sebagai sebuah kebijakan transformatif, pelaksanaannya membutuhkan arahan kebijakan yang visioner sekaligus realistis, serta kerangka pengaturan teknis yang dapat diterjemahkan ke dalam langkah-langkah terukur oleh seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pusat hingga daerah, dari militer hingga sipil.
Pertama, arah kebijakan perlu mempertegas bahwa peningkatan status Komduk merupakan bagian dari strategi bela negara berbasis partisipasi rakyat, bukan semata rekrutmen militer cadangan. Dengan demikian, SDM Komduk yang berasal dari warga terlatih, tenaga ahli, dan unsur strategis sipil perlu diposisikan secara setara dalam sistem pertahanan semesta, bukan sebagai pelengkap administratif. Demikian juga unsr-unsur logistik wilayah dan cadangan material strategis dan SDA, unsur-unsur SDB, serta unsur-unsur Sarana dan Prasarana Komduk memiliki peran yang sama dengan kerangka sistem kekuatan pertahanan negara untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan. Prinsip kesukarelaan harus tetap dijaga, namun dipadukan dengan sistem reward yang jelas bagi mereka yang bersedia meningkatkan statusnya menjadi Komcad.
Kedua, diperlukan kebijakan afirmatif yang mendorong keterlibatan lintas sektor dan lintas daerah. Pemerintah pusat harus menetapkan kuota nasional dan kuota per wilayah berdasarkan peta potensi SDM, SDA, SDB, Sarana dan Prasarana Komduk dan kebutuhan matra TNI. Di sisi lain, Pemerintah Daerah perlu diberi tanggung jawab lebih besar dalam menjaring, memfasilitasi, dan mendukung proses peningkatan status, melalui integrasi dengan sistem pelatihan bela negara, Kesbangpol, dan program penguatan ketahanan wilayah. Arah kebijakan ini juga perlu menyasar sektor-sektor profesional, seperti tenaga medis, logistik, transportasi, teknologi, dan komunikasi sebagai prioritas peningkatan status SDM-nya menjadi Komcad teknis.
Ketiga, pengaturan teknis diperlukan dalam bentuk Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan) yang secara rinci mengatur prosedur, standar, dan tata laksana peningkatan status. Permenhan ini harus mencakup:
1. Kriteria dan syarat SDM Komduk yang dapat diusulkan menjadi Komcad.
2. Kriteria dan syarat SDA, SDB, serta Sarana dan Prasarana Komduk yang dapat diusulkan menjadi Komcad.
3. Prosedur pemilihan, pemanggilan, pelatihan, dan penetapan, termasuk formulir standar, jadwal pelaksanaan, dan pihak yang bertanggung jawab untuk SDM Komduk.
4. Prosedur pemilihan, pemberitahuan, klasifikasi dan penetapan untuk SDA, SDB, serta Sarana dan Prasarana Komduk
5. Model pelatihan berdasarkan jenis keahlian atau spesialisasi, bukan hanya pelatihan militer dasar umum.
6. Mekanisme pelaporan dan pengawasan, termasuk penggunaan teknologi informasi untuk pendataan, pemantauan pelatihan, serta validasi status Komcad.
7. Sistem insentif, baik dalam bentuk pengakuan negara, fasilitas pendidikan/pekerjaan, maupun akses ke program penguatan kapasitas Komduk yang ditingkatkan statusnya menjadi Komcad.
Keempat, sistem monitoring dan evaluasi (monev) berbasis data digital harus menjadi bagian integral dari kebijakan. Kementerian Pertahanan perlu membangun dashboard nasional pengelolaan SDM SDA, SDB, serta Sarana dan Prasarana Komduk dan Komcad, yang memungkinkan tracking status calon, riwayat pelatihan, keterlibatan dalam operasi, serta kebutuhan penguatan kapasitas. Data ini juga menjadi rujukan bagi perencanaan mobilisasi, latihan gabungan, dan pembinaan berkelanjutan.
Akhirnya, keberhasilan peningkatan status Komduk menjadi Komcad bukan hanya ditentukan oleh kualitas regulasi, tetapi juga oleh kepercayaan dan kesadaran publik. Oleh karena itu, kebijakan ini harus dibangun melalui narasi inspiratif tentang kehormatan menjadi bagian dari sistem pertahanan negara. Dengan perpaduan antara arah kebijakan yang kuat, pengaturan teknis yang rapi, dan keterlibatan multipihak yang sinergis, Indonesia akan memiliki Komcad yang tangguh, adaptif, dan benar-benar bersumber dari kekuatan rakyat.
Komentar
Posting Komentar