ASPEK POLITIK DAN KEPENTINGAN NASIONAL DALAM PENYUSUNAN STRATEGI PERTAHANAN


Oleh: Kolonel Caj K.D. Andaru Nugroho, S.Sos., M.Si.*)



Reformasi sektor keamanan telah membuka mata bangsa ini bahwa sektor pertahanan (TNI) bukanlah sistem yang mandiri. Alokasi sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan menyangkut aspek kessejahteraan, dalam arti besaran alokasi sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan akan berpengaruh terhadap alokasi sumber daya nasional untuk kepentingan kesejahteraan. Ditambah dengan hantu trauma masa lalu membesar visi reformasi sektor keamanan untuk meneliti secara rinci penggunaan sumber daya untuk sektor pertahanan. Wajar memang, dalam konteks akuntabilitas. Namun jika hal itu sampai menyebabkan rendahnya kinerja sektor pertahanan khususnya dalam mengamankan kepentingan nasional, sesungguhnya malapetaka yang terjadi. Dalam konteks ini harus disadari bahwa penyusunan strategi pertahanan adalah proses politik dan menyangkut kepentingan nasional.





Pendahuluan



Strategi umum difahami sebagai cara untuk mencapai tujuan. Rumusan sederhana strategi ini implementasinya cukup rumit, karena ia akan mempertanyakan mengapa suatu cara dipilih, bagaimana sumber daya yang dimiliki dapat menyediakan berbagai hal untuk melakukan cara yang telah diambil, dan lebih dari itu benarkan tujuan yang telah ditetapkan itu benar-benar merupakan tujuan sejati yang harus dicapai dihadapkan dengan kebutuhan dan lingkungan strategis yang mempengaruhi? Pertanyaan-pertanyaan itu harus dapat dijawab agar efisiensi dan efektifitas cara dapat dilakukan dan tujuan tidak saja dapat dicapai, tetapi juga bermanfaat dan berdasarkan alokasi sumber daya nasional yang dapat dimanfaatkan optimal. Strategi adalah proses pengambilan keputusan menyangkut pembinaan dan penggunaan sumber daya dan pengkoordinasiannya dalam rangka mencapai tujuan.



Strategi pertahanan negara menyangkut pembinaan dan penggunaan serta pengkoordinasian sumber daya nasional untuk mencapai tujuan pertahanan negara. Elemen strategi pertahanan negara adalah lingkungan, lawan/musuh, tujuan, cara dan peralatan/sarana. Berdasarkan pengertian dan elemen strategi pertahanan di atas, dirumuskan strategi pertahanan negara yang tepat dan jitu. Di atas semua elemen itu, sebagai realitas kebijakan publik, strategi pertahanan negara harus didukung oleh segenap unsur kekuatan bangsa, bukan hanya didukung oleh komponen pertahanan negara. Komponen pertahanan negara dalam konteks strategi pertahanan negara sebagai kebijakan publik hanyalah sebagai pelaku, alias obyek dari strategi pertahanan. Sedangkan sebagai subyek strategi pertahanan sesungguhnya adalah segenap pemangku kepentingan pertahanan negara, utamanya segenap warga negara. Oleh sebab itu dukungan politik terhadap strategi pertahanan harus menjadi perhatian penting dalam proses perumusan dan pelaksanaan strategi pertahanan negara.





Politik



Diktum Pasal 11 Ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 sesudah Amandemen berbunyi: “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain”. Selanjutnya Pasal 12 diktumnya berbunyi: ”Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang”. Selanjutnya Pasal 14 ayat (2) dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mengatur: ”Dalam hal pengerahan kekuatan Tentara Nasional Indonesia untuk menghadapi ancaman bersenjata, kewenangan Presiden, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Selanjutnya ayat (4) mengatur: “Pengerahan langsung kekuatan Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Presiden dalam waktu paling lambat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat), jam harus mengajukan persetujuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Ayat (5)nya diatur bahwa: “Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Presiden menghentikan pengerahan operasi militer”. Demikian juga Pasal 24 berbunyi: “Dewan Perwakilan Rakyat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan umum pertahanan negara”.



Rangkaian diktum pasal-pasal Konstitusi dan pengaturan yuridis aspek pertahanan di atas menekankan aspek pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang menggambarkan bagaimana pengaruh politik terhadap pertahanan negara. Tidak terlepas dari pengaruh politik sebagaimana dikemukakan di atas adalah dalam penysunan dan pelaksanaan strategi pertahanan negara. Strategi pertahanan negara berkait dengan politik karena implementasinya menyangkut penggunaan sumber daya nasional yang tidak hanya untuk kepentingan aspek pertahanan, tetapi juga menyangkut aspek kesejahteraan. Demikian juga strategi pertahanan berkait dengan politik karena merupakan salah satu implementasi dari usaha pencapaian kepentingan nasional. Hal ini sangat mendasar, karena di samping pertimbangan bagaimana negara dapat mendukung pembangunan kekuatan pertahanan, juga yang lebih penting menyangkut keselarasan strategi dan kebijakan pertahanan dapat selaras dengan strategi dan kebijakan ekonomi dalam persaingan global.  Dalam rentang dua pertimbangan itu dapat dilihat bagaimana dukungan politik dalam hal ini DPR terhadap alokasi sumber daya (anggaran) untuk memenuhi minimum essetial force (MEF). Jika alokasi sumber daya selama ini terhadap MEF belum sepenuhnya disebabkan oleh pertimbangan pertama masih bisa diterima dan TNI dapat kreatif mengatasi. Akan tetapi jika yang menjadi pertimbangan adalah yang kedua alias belum ada keselarasan kebijakan, maka dalam konteks kepentingan nasional kondisi itu harus sudah dinilai lampu kuning menuju merah.



Penentuan tingkat kepentingan nasional sebagai bagian awal dalam menetapkan strategi pertahanan negara itu merupakan proses politik, karena menyusun strategi merupakan kegiatan menyeimbangkan antara instrumen kekuatan yang dimiliki negara dan kepentingan-kepentingan negara. Penentuan keseimbangan itu ditentukan dalam wilayah politik dimana keputusan-keputusan dibuat  dalam situasi ketersediaan sumber daya yang langka. Secara sederhana, alokasi sumber daya berupa penggunaan anggaran untuk menerapkan dan melaksanakan strategi pertahanan harus diseimbangkan untuk medukung strategi nasional.



Kepentingan Nasional



Kepentingan nasional merupakan kesepakatan politik nasional yang ditetapkan dinamis mengikuti perkembangan lingkungan strategis. Keselarasan strategi pertahanan negara dengan kepentingan nasional akan berdampak dukungan terhadap dukungan segenap pemangku kepentingan pertahanan. Dengan kata lain dukungan pemangku kepentingan pertahanan sangat penting bagi keberhasilan perencanaan dan pelaksanaan strategi pertahanan negara.

Dalam menempatkan prioritas kepentingan nasional, Donald E. Nuechterlein membuat matriks yang mempertemukan variabel kepentingan nasional yang dipertaruhkan dan kepentingan prioritas dasar. Dalam hal ini kepentingan nasional suatu negara pada umumnya adalah:[1]

-    Homeland Defence – the physical protection of sovereign territory;

_    Favourable World Order – efforts by a state to establish abroad a world order favourable to its interests;

_    Economic Well-Being – efforts to create favourable economic circumstance for a state; and

_    Promotion of Values – the extension of national ideology into international politics as far as possible



Kepentingan nasional tersebut dihadapkan dengan kondisi lingkungan strategis, ditentukan tingkat kepentingan nasional, yakni: apakah Survival (critical), Vital (dangerous), Major (serious) and Peripheral (bothersome). Secara rinci tingkat-tingkat kepentingan nasional ini diuraikan sebagai berikut:[2] tingkat kepentingan survival terjadi ketika eksistensi fisik sebuah negara berada dalam bahaya karena menyerang atau ancaman diserang; tingkat kepentingan vital merupakan kondisi ketika malapetaka besar akan menimpa sebuah negara, kecuali jika ada tindakan keras, termasuk penggunaan kekuatan bersenjata yang melindungi kepentingan vital tersebut; kepentingan nasional tingkat utama dimana negara dalam dalam bidang politik, ekonomi, atau kesejahteraan sosial sangat dirugikan, tetapi penggunaan angkatan bersenjata tidak  dianggap perlu justru untuk menghindari akibat yang lebih buruk; kepentingan nasional tambahan , yaitu situasi dimana lebih dari satu kepentingan nasional terlibat, namun akibat yang ditimbulkan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap negara secara keseluruhan.



Bila dua variabel kepentingan nasional dan tingkatnya dipadukan, maka ia menjadi alat untuk menetapkan kepentingan nasional sebagai dasar menetapkan strategi pertahanan negara. Sekaligus tabel dimaksud dapat menjadi ruang bagi semakin jelasnya kapan kekuatan militer dipergunakan, kapan gabungan kekuatan militer dan nirmiliter dipadukan, dan kapan kekuatan nirmiliter saja yang dipergunakan. Secara visual tabel tersebut digambarkan Donald E. Nuechterlein sebagai berikut:



                    Intensity
Basic                      of Interest
National     
Interest
Survival Level
(Critical)

Vital Level
(Dangerous)

Major Level
(Serious)

Peripheral Level
(Bothersome)

Homeland Defence




Favourable World Order




Economic Well-Being




Promotion of Val ues







Penting bagi suatu negara untuk mengerti dan memiliki empat kepentingan nasional dasar (Basic National Interest). Celakalah suatu bangsa tidak mengerti dan memahami keempat kepentingan dasar tersebut. Untuk kepentingan nasional yang pertama jelas semua bangsa di dunia memahami dan memiliki. Hal ini didasari oleh pemahaman dan kebutuhan bangsa akan ruang. Keberadaan ruang menjadi persyaratan suatu bangsa untuk berdiam dan menjadi titik tolak untuk eksis, sehingga ia menjadi kepentingan nasional yang pertama dan esensial. Namun berkutat dengan kepentingan nasional dasar  aspek teritori ini saja, mengingkari kodrat bangsa berhubungan dengan bangsa lain sebagai makhluk dinamis. Setelah eksistensinya dalam dimensi ruang diakui, maka suatu bangsa berhubungan dengan bangsa yang lain, untuk menjamin kepentingan survivalnya dapat terkondisi dan diakui. Di sinilah kekuatan politik suatu bangsa menentukan, yang dalam operasionalisasi hubungan antar bangsa salah satu butir yang penting adalah hubungan ekonomi. Dalam hal ini suatu bangsa harus yakin bahwa ekonominya berkembang, kesejahteraannya terjamin secara ke dalam, dan utamanya lingkungan ekonomi dalam pertukaran barang dan jasa dengan negara lain. Dalam hubungan ekonomi inilah kemudian terbuka dan meningkat hubungan nilai yang saling berpengaruh sehingga kepentingan nasional juga menyangkut promosi terhadap nilai dan ideologi.



Keempat kepentingan nasional tersebut harus dipegang erat dan dimiliki suatu bangsa. Kealpaan salah satu dari kepentingan nasional tersebut akan mengakibatkan hilangnya kedaulatan. Dari spektrum penilaian bangsa yang rendah kepeduliannya terhadap kepentingan nasionalnya secara utuh, mereka akan terjebak dan berorientasi ke dalam dalam menyusun strategi pertahanannya, sehingga lemah untuk tidak mengatakan kehilangan daya untuk mempromosikan nilai dan ideologi, yang penting teritori masih menjadi miliknya. Hal ini wajar karena negara demikian masih memiliki masalah dalam proses politik menuju perumusan keoentingan nasionalnya. Sebaliknya bangsa yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kepentingan nasionalnya, proses dan dinamika politik di dalam negeri sudah terpecaya, sehingga akan berorientasi keluar dan berperilaku biarlah teritori tidak kita duduki, tetapi hajat hidup dalam arti tata nilai atau ideologi dan ekonominya dikuasai.



Dalam konteks strategi pertahanan dan penggunaan kekuatan militer, untuk bangsa yang pertama disibukkan oleh dikotomi antara militer dan sipil, dan penggunaan kekuatan militer untuk menangani masalah-masalah dalam negeri. Kesadaran bahwa bahaya dan ancaman dari luar sangatlah besar, tidak menjadi penting atau lebih celka lagi tidak terendus, karena sense of defencenya sudah tumpul. Terlepas apakah gejala itu akibat kepentingan nasional negara lain atau akibat prematur rasa, faham dan semangat kebangsaannya, jelas bahwa bangsa dimaksud masih belum bisa menyatukan segenap komponen dan unsur dalam dirinya untuk melalui proses politik menyatukan kepentingan nasionalnya. Sebagai akibatnya bangsa tersebut gamang apa itu kepentingan nasional ke dalam dan apa itu kepentingan nasional keluar dalam menyusun strategi pertahanannya.



Sebagai akibat kondisi itu lahirlah jargon pertahanan pro kesejahteraaan sebagai rumusan kebijakan publik, bukan rumusan politik. Pertahanan pro kesejahteraan dalam rumusan kebijakan publik nampak dari dipotongnya anggaran pertahanan untuk menanggulangi kemiskinan, bukan menggunakan komponen pertahanan dalam manajemen sesuai fungsinya untuk menanggulangi kemiskinan. Selanjutnya pertahanan pro kesejahteraan dalam rumusan politik terimplementasi bagaimana strategi pertahanan dapat mendukung kebijakan dan strategi perdagangan atau bagaimana strategi dan kebijakan pertahanan dapat menjadi deterence dalam persaingan ekonomi global.



Berbicara strategi pertahanan dan penggunaan kekuatan militer memang tergantung pada bagaimana kondisi sosial politik dan ekonomi suatu bangsa. Bangsa yang telah berhasil menjalani dan melalui proses politiknya secara kuat melahirkan kepentingan nasionanya secara wajar mengikuti rumusan kepentingan nasional Donald E. Nuechterlein. Bangsa demikian sudah telah sangat kuat dalam menjaga kepentingan nasional aspek teritori dan melekat dalam pembangunan segenap sektor, tidak saja sektor pertahanan semata. Kebijakan dan strategi pertahanan negara dalam mengelola kepentingan nasional aspek teritori telah terintegrasi dengan strategi pembangunan sektor lain, sehingga strategi pertahanan negara dalam pengerahan kekuatan militer, lebih bersifat dinamis  untuk tiga kepentingan nasional yang beraspek keluar, yakni Favourable World Order, Economic Well-Being, dan Promotion of Values.



Dalam konteks itu, pengerahan kekuatan militer di era globalisasi ini mengikuti ke wilayah mana arah pengembangan ekonominya. Contoh konkritnya, jika saat ini Presiden melaksanakan kunjungan ke Afrika dan Timur Tengah dalam rangka pengembangan investasi ekonomi, maka Kementerian Pertahanan juga sudah harus berfikir menyusun strategi penggelaran kekuatan pertahanan di wilayah Afrika dan Timur Tengah. Tidak perlu memang seperti Amerika Serikat menggelar kekuatan fisik militer, tetapi paling tidak strategi pertahanan dan diplomasi telah dapat mengimbanginya dalam bentuk kerja sama dan koordinasi yang erat Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri membangun kondisi jalur strategis yang memungkinkan penggelaran kekuatan jika sewaktu-waktu diperlukan.



Penutup



Penyusunan strategi pertahanan negara bukanlah proses yang steril. Ia menyangkut alokasi sumber daya nasional yang juga dialokasikan untuk kepentingan pertahanan, sehingga harus ada proses politik untuk pengalokasiannya. Dalam proses politik itu dipertanyakan seberapa efektif penggunaan alokasi sumber daya nasional itu yang ujungnya sampai seberapa efektif dalam mendukung kepentingan nasional.



Dalam hal kepentingan nasional sebagai landasan penyusunan strategi pertahanan negara, bukan hanya menyangkut kedaulatan bersifat fisik teritori, melainkan juga menurut Donald E. Nuechterlein, termasuk Favourable World Order, Economic Well-Being, dan Promotion of Values. Melalui pemahaman sejati tentang kepentingan nasional ini maka tidak akan salah dalam menetapkan dan menerapkan strategi pertahanan negara dan tidak keliru memahami pertahanan pro kesejahteraan.





*)Alumni S2 Kajian Ketahanan Nasional UI.

[1] http://www.journal .forces.gc.ca/vo2/no3/doc/29-34.pdf



[2] Denis M. Drew dkk, “Making Strategy, an introduction  to National Security Processes and Problems ”, Alabama, Air University Press, 1988. Edisi bahasa Indonesia diedit oleh Marsda TNI (Pur) Koesnadi  Kardi, M.Sc., RCDS., hlm: 26 – 28.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Standar, Prosedur, Kriteria, PENUTUP