STRATEGI PERTAHANAN NIRMILITER MEMBANGUN DAN MEMBINA KEMAMPUAN DAYA TANGKAL NEGARA DAN BANGSA MENGHADAPI ANCAMAN NONMILITER
Oleh: Dr. Ir. Pos M. Hutabarat*)
PENDAHULUAN
Sejak Bretton Wood
System dirancang pada tahun 1944, tak terbayang momentum Globalisasi sefenomenal
runtuhnya tembok Berlin yang merupakan ikon perang dingin, sehingga mengakibatkan segala
kemungkinan akan masa depan dunia terbuka. Dari semua opsi kemungkinan itu,
dunia menganggap Amerika sebagai kutub kekuatan yang memenangkan perang dingin akan menjadi negara adhi kuasa dan menjadi
polisi dunia. Dalam perkembangannya,
ternyata dunia justru menjadi multipolar. Benar memang Amerika dengan
keadhidayaannya mampu menggalang kekuatan untuk menyerang Irak, dan melakukan
berbagai upaya untuk menggalang opini terhadap negara yang melawan kepentingan
nasionalnya seperti Iran, tetapi justru dengan itu banyak negara yang
berpendirian lain melakukan kebijakan berbeda meskipun tidak konfrontatif. Di
sisi lain ternyata ada kekuatan-kekuatan diaspora, seperti individu-individu
yang memiliki akses dan kekuatan ekonomi sehingga dengan akses dan kekuatannya
itu dapat melakukan aksi mempengaruhi politik suatu negara untuk keuntungannya.
Transparansi dan borderless
world buah Globalisasi kemudian memfasilitasi berbagai kemungkinan pola dan bentuk ancaman. Sebagai
akibatnya, ancaman terhadap kedaulatan negara berkembang menjadi
multidimensional (militer dan nonmiliter), baik yang berasal dari luar negeri
maupun dari dalam negeri. Belajar dari kejatuhan Irak, gelombang Arab Spring, yang terakhir dan sedang
berlangsung di Suriah menunjukkan ancaman yang bersifat multidimensional pada
dasarnya bekerja secara gradual bermula dari ancaman nonmiliter, baik dari
permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, yang berujung pada distrust dan kekacauan. Sedemikian halus
wujud dan luas kemungkinan bentuk ancaman yang berujung pada distrust itu, bahkan permasalahan
keamanan yang terkait dengan kejahatan internasional, antara lain terorisme,
imigran gelap, bahaya narkotika, pencurian kekayaan alam, bajak laut, dan
perusakan lingkungan, dapat menjadi bentuk ancaman awal terhadap pertahanan
negara. Hal ini semua menyebabkan
permasalahan pertahanan menjadi sangat kompleks, sehingga penyelesaiannya tidak
hanya bertumpu pada kementerian yang menangani pertahanan saja, melainkan juga
menjadi tanggung jawab seluruh instansi terkait, baik instansi pemerintah
maupun nonpemerintah,
bahkan termasuk masyarakat sipil.
Dalam kondisi demikian itu strategi pertahanan nirmiliter
sesungguhnya menjadi penting dalam rangka menyamakan visi dalam membangun dan
membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa menghadapi ancaman
nonmiliter.
KONSEPSI
PERTAHANAN NIRMILITER[1]
Pertahanan nirmiliter adalah segala usaha untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman aspek ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, keamanan, teknologi, informasi, komunikasi,
keselamatan umum, dan hukum. Dengan kata lain sebagai subsistem pertahanan negara, pertahanan nirmiliter memiliki
kepentingan pertahanan, yakni kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa. Mengingat keluasan bidang pertahanan nirmiliter maka ia bekerja menata dan mengelola secara optimal segenap sumber daya manusia,
sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana
nasional, nilai-nilai, teknologi, dan dana, serta seluruh wilayah negara menjadi kekuatan dalam rangka mewujudkan kesemestaan
pertahanan negara. Secara
konsepsional pertahanan nirmiliter berisi:
1.
Tujuan. Pertahanan
nirmiliter bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan Negara, keutuhan
wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman
nonmiliter.
2.
Fungsi. Pertahanan nirmiliter berfungsi untuk mewujudkan satu
kesatuan pertahanan nirmiliter yang mampu melindungi kedaulatan negara,
keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dari setiap ancaman nonmiliter baik
dari luar maupun dari dalam negeri.
3.
Asas Penyelenggaraan. Dalam menghadapi dan menangani berbagai ancaman
nonmiliter, penyelenggaraan pertahanan nirmiliter berasas sebagai
berikut: asas damai, asas tujuan, asas waspada, asas kekenyalan, asas kekuatan, asas kolektif,
asas keberlanjutan, asas
transparansi, dan asas prioritas.
4.
Prinsip Penyelenggaraan. Prinsip penyelenggaraan pertahanan
nirmiliter adalah optimalisasi fungsi-fungsi dan potensi masyarakat dalam
sinkronisasi dan sinergi kekuatan untuk menghadapi ancaman sesuai bentuk dan
sifatnya.
5.
Pilar dan Susunan
Kekuatan. Kekuatan pertahanan nirmiliter dipersiapkan untuk menghadapi
ancaman nonmiliter dan karena kemampuannya dapat dijadikan kekuatan pendukung
pertahanan militer. Sebagai akibat dua arah penyiapan kekuatannya itu dan
sesuai kharakteristik ancaman yang dihadapi, tonggak dan susunan kekuatan
pertahanan nirmiliter adalah sebagai berikut:
a. Tonggak Kekuatan. Tonggak kekuatan dalam menghadapi ancaman nonmiliter masif berada dalam kode etik dan sikap profesionalisme, yang dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan adalah melekatnya karakteristik, identitas dan integritas serta jati diri bangsa dalam profesionalisme, yang mewujud sebagai kesadaran membela negara.b. Susunan Kekuatan. Susunan kekuatan dalam menghadapi ancaman nonmiliter ini tidak dalam susunan komponen sebagaimana kekuatan militer. Susunan kekuatan dalam menghadapi ancaman nonmiliter tetap berada dan menjadi unsur dalam pelaksanaan fungsi dan dinamika kehidupan bangsa. S esuai dengan bentuk dan sifat ancaman nonmiliter yang dihadapi susunan kekuatan pertahanan nirmiliter terdiri dari unsur utama, dan unsur pendukung.
1) Unsur Utama. Unsur utama merupakan kekuatan pertahanan nirmiliter yang paling berwenang berdasarkan fungsi yang diembannya sesuai dengan ancaman yang dihadapi.2) Unsur Pendukung. Unsur pendukung adalah unsur lain kekuatan bangsa yang berfungsi meningkatkan efektifitas dan efisiensi unsur utama dalam menghadapi ancaman nonmiliter.
Kekuatan unsur utama dan unsur
pendukung adalah pada manajemen
pengelolaan unsur kekuatan bangsa dalam menyatukan visi bela negara di setiap
sektor untuk penggunaan profesionalitas sumber daya
manusia secara terkoordinasi. Koordinasi dibutuhkan karena
tingginya variabilitas subyek pengelola unsur kekuatan bangsa
dengan profesionalitasnya masing-masing.
STRATEGI
PERTAHANAN NIRMILITER: GUGAH KESADARAN BELA NEGARA MEMBANGUN DAN MEMBINA
KEMAMPUAN DAYA TANGKAL NEGARA DAN BANGSA MENGHADAPI ANCAMAN
NONMILITER[2]
Mencermati kecenderungan kemungkinan dan bekerjanya ancaman
terhadap pertahanan negara, sesungguhnya kosepsi pertahanan nirmiliter sudah
memberikan kerangka landasan operasional yang terpadu dalam rangka membangun
dan membina kemampuan daya tangkal negara dan bangsa. Sebagai tonggak kekuatan
dalam konsepsi itu adalah dinamika kerja kode etik dan sikap profesionalisme dari
masing-masing individu yang teragregasi dalam kelompoknya menjadi team work yang kuat. Ketika kode etik
dan profesionalisme yang membentuk satu satuan kekuatan itu diletakkan dalam
kerangka tujuan yang berkaitan dengan kepentingan nasional, sesungguhnya
landasan yang bekerja adalah kesadarannya dalam melaksanakan pembelaan negara
dalam wujud yang paling halus. Untuk dapat kemudian menjadi bagian resultante
dari pelaksanaan pembelaan negara itu alias melaksanakan usaha pertahanan negara
dalam pertahanan nirmiliter, maka harus ada pemahaman dasar tentang ancaman
nonmiliter yang kemudian tersublimasi pekerjaanya untuk melindungi dan mejaga
kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap negara dan bangsa. Dengan
kata lain bahwa dalam koin kinerja kode etik dan profesionalismenya, pada satu
sisi ia bekerja melaksanakan upaya pembelaan dan di sisi lain ia melaksanakan
usaha pertahanan negara menghadapi ancaman nonmiliter.
Selanjutnya dalam konsepsi pertahanan
nirmiliter susunan kekuatannya terdiri dari unsur utama dan unsur pendukung.
Sesuai dengan sifat ancaman nonmiliter yang spesifik dalam bentuk dan sifatnya,
kemampuan dan daya tangkal yang dipersiapkan harus bersifat khusus. Sektor yang
membidangi dan sesuai kemampuannya berkaitan dengan sifat dan bentuk ancaman
otomatis menjadi unsur utama. Namun demikian, dalam unsur utama mengerahkan
kekuatan melaksanakan tugasnya memerlukan dukungan, maka dipersiapkanlah unsur
pendukung. Unsur pendukung ini dapat bersifat aktual berkaitan dengan logistik,
peralatan, dan komunikasi atau komando dan pengendalian, melainkan juga dapat
bersifat administratif berupa dukungan melakukan lokalisasi atau membatasi
daerah serta melakukan pengawasan lalu lintas ke area terdampak.
Untuk ancaman yang bersifat kewilayahan dalam
arti geografi, hal demikian mudah dilakukan. Dalam hal kewilayahan bersifat
maya seperti misalnya politik dan ekonomi, maka unsur utama dan unsur pendukung
dapat ditetapkan dalam kesepakatan bidang ancaman yang dihadapi. Dengan dasar
itu maka profesionalisme dapat bekerja meskipun masih akan terdapat kegamangan
kalau kemudian landasan kebangsaan dan kesadaran bela negaranya tidak melekat.
Dalam kerangka inilah ketika yang dihadapi menyangkut dimensi kewilayahan yang
bersifat maya sesungguhnya terdapat dua dimensi unsur utama dan unsur
pendukung. Dimensi pertama sama susunan kekuatannya dengan jika menghadapi
ancaman yang bersifat kewilayahan dalam arti geografis, sedangkan dimensi kedua
susunan kekuatan terdiri dari profesionalisme sebagai unsur utama, sedangkan
dimensi kesadaran membela negara menjadi unsur pendukung.
Baik dalam tonggak kekuatan maupun susunan
kekuatan konsepsi pertahanan nirmiliter yang dikemukakan di atas, kesadaran
membela negara menjadi faktor kunci yang akan melandasi profesionalisme
individu atau kelompok yang menjadi kekuatan pertahanan nirmiliter. Oleh sebab
itu, dalam rangka membangun kemampuan daya tangkal negara dan bangsa, gugah
kesadaran bela negara merupakan strategi nirmiliter yang sangat mendasar. Dengan
kesadaran bela negara profesionalitas individu ataupun kelompok dapat
disatukan, serta jika koordinasi menjadi faktor teknisnya, kesadaran bela
negara akan menjadi katalisator meleburkan ego sektoral yang selama ini
dikeluhkan.
Setiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Jika kewajiban warga negara dalam bela
negara lahir dari implikasi tuntutan partisipasi sebagai warga negara, hak
warga negara dalam bela negara lahir sebagai kehormatan atas keagungan negara
sebagai wadah bersama dan karena kecintaannya kepada negara yang memiliki
wilayah dan berbagai aspeknya tempat warga negara hidup dan memelihara
kehidupannya baik dalam aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, teknologi,
informasi, komunikasi, keselamatan umum, dan hukum.
Pengejewantahan kesadaran bela
negara dalam profesionalisme mengelola sumber daya nasional guna
mencapai tujuan kesejahteraan menjadi
dasar dalam membangun daya tangkal negara dan bangsa baik dari aspek militer
maupun nonmiliter. Oleh sebab itu strategi gugah kesadaran bela negara ini
harus terejewantahkan dalam segenap aspek dinamika kehidupan bangsa, dan
dilakukan secara dini melalui pendidikan kewarganegaraan.
Pengejewantahan strategi gugah kesadaran bela
negara ini dalam segenap aspek dinamika kehidupan bangsa, lebih pada sifat
implementatif. Ia merupakan jabaran relasi antara warga negara dan negara. Secara konseptual strategis,
bela negara akan berupa spektrum dari upaya yang beraneka ragam bentuk dan
sifatnya, yang berpadu meresultante dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sampai
dengan mewujudkan pertahanan dan keamanan dalam kerangka membela dan melindungi
kepentingan nasional dan kedaulatan negara. Selama ini, aspek kewajiban warga
negara dalam pembelaan negara lebih menonjol, dan sebaliknya aspek yang
menggugah kesadaran bela negara warga negara yang menjadi kewajiban negara
jarang ditekankan. Sadar ataupun tidak sadar perilaku koruptif pejabat negara
dan pelaku politik termasuk pejabat partai, menjadi pemicu distrust sehingga hilang kesadaran warga negara untuk membela
negara. Di sinilah sesungguhnya negara harus sadar bahwa kehendaknya mendorong
kewajiban membela negara, harus diimbangi dengan upaya segenap unsur kekuatan
bangsa, khususnya pemangku tanggung jawab sektor untuk melakukan yang terbaik
membangun trust warga negara. Bahwa
peran sektor-sektor di luar bidang pertahanan yang merupakan bagian dari
kekuatan nirmiliter, sesungguhnya menjadi kunci untuk menjalankan strategi gugah
kesadaran bela negara melalui pelayanan prima mereka, sehingga terbangun tidak
saja trust tetapi bahkan belief warga negara untuk membela
negara.
Selanjutnya sebagai upaya dini gugah kesadaran
bela negara, secara yuridis amanat pendidikan kewarganegaraan tertuang dalam
Pasal 9 ayat (2) huruf “a.”. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara. Di sisi lain amanat pendidikan kewarganegaraan sebagai
kurikulum wajib pendidikan dasar, menengah dan tinggi tertuang dalam Pasal 37
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pedidikan Nasional. Dalam
konteks Undang-Undang ini, biasanya pendidikan kewarganegaraan cenderung dipahami secara sempit sebagai sebuah kurikulum yang berbobot
intelektualitas semata. Pandangan
demikian ini mengakibatkan pendidikan kewarganegaraan terjebak dalam formalisme
keberhasilan melalui tolok ukur nilai hasil ujian. Menghindari hal demikian itu
harus dipahami bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan kebijakan publik sebagai upaya sadar terhadap warga negara
agar dalam kedudukan dan profesionalismenya dilandasi oleh sikap dan moral
kebangsaan menjadi kekuatan mewujudkan tujuan nasional.
Dengan
konteks itu, pendidikan kewarganegaraan dalam sistem pendidikan nasional adalah
pendidikan dini menjaga kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa Indonesia.
Pendidikan kewarganegaraan lanjut adalah dalam rangka mewujudkan unsur lain
kekuatan bangsa yang dalam profesionalismenya dapat menerapkan nilai-nilai
kewarganegaraan dan bela negara. Pendidikan kewarganegaraan dini adalah
pendidikan nilai-nilai cinta tanah air dan rasa kebangsaan. Implementasi
pendidikan kewarganegaraan tingkat lanjut adalah membangun dan menerapkan
patriotisme dalam berbagai fungsi pemerintah dan lembaga masyarakat dan swasta.
Pendidikan kewarganegaraan sebagai
kebijakan publik di bidang pertahanan mencakup pemahaman kesadaran bela negara.
Upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa
dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga
merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh
kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara
dan bangsa. Dengan demikian bela negara berspektrum luas mencakup sistem dan
nilai dan norma sosial, politik, dan ekonomi masyarakat dan sistem kenegaraan.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan
kewarganegaraan pada sistem pertahanan negara mencakup segenap aspek kehidupan,
sehingga dilaksanakan melalui pendidikan formal, nonformal dan pendidikan
informal, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, dan pendidikan layanan
khusus. Pendidikan kewarganegaraan yang dilaksanakan dalam pendidikan formal
adalah bagian dari upaya dini pemerintah mempersiapkan sistem pertahanan negara
bersifat semesta sehingga ia merupakan tahap awal pendidikan kewarganegaraan,
dan pendidikan kewarganegaraan dalam di luar pendidikan formal merupakan tahap
lanjut pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan kewarganegaraan
diselenggarakan secara nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga
Masyarakat, dan Swasta, yang diatur dalam kebijakan umum penyelenggaraan
pendidikan kewarganegaraan. Di dalam kebijakan umum diatur kewenangan, standar isi dan
standar kompetensi.
Pendidikan kewarganegaraan tahap awal berada dan dilaksanakan oleh sistem
pendidikan nasional, sedangkan tahap lanjut dilaksanakan oleh seluruh instansi/
lembaga pemerintah dan nonpemerintah dengan mengacu pada kebijakan umum penyelenggaraan
pendidikan kewarganegaraan yang dirumuskan Pemerintah. Pengelolaan pendidikan
kewarganegaraan bertujuan menjamin kesinambungan dan sinergi berbagai fungsi
penyelenggaraan pendidikan kewarganegaraan dalam mewujudkan partisipasi warga
negara secara demokratis dalam sistem kehidupan nasional berlandaskan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. Arah kebijakan pengelolaan sistem pendidikan
kewarganegaraan dirumuskan dalam kebijakan nasional pengelolaan pendidikan
kewarganegaraan yang dirumuskan Pemerintah berdasarkan kebijakan dan strategi
pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Dengan wujud kebijakan pendidikan
kewarganegaraan seperti itu, maka pendidikan kewarganegaraan merupakan bagian
dari sistem peringatan dini pertahanan negara. Kebijakan pendidikan
kewarganegaraan demikian itu akan dapat membangun kesadaran masyarakat tentang
pertahanan (sense of defence) yang dilandasi oleh kesadaran bela negara
(state defence awareness), yang menjadi sarana pengembangan sistem
peringatan dini, sehingga dapat
menjadi kemampuan daya tangkal yang handal negara dan bangsa menghadapi ancaman
nonmiliter.
PENUTUP
Lingkungan strategis semenjak era 1980an
memang sudah berubah cepat. Setelah pada era sebelumnya Globalisasi hanya
nampak sebagai tanda-tanda, dengan runtuhnya tembok Berlin yang menjadi simbul
pemisahan Jerman Barat dan Jerman Timur, hal itu menjadi kenyataan. Di sisi
lain yang menandai jaman baru itu adalah berakhirnya Perang Dingin dengan
menempatkan berbagai kemungkinan terhadap tatanan dunia yang akan muncul.
Seiing
dengan kondisi demikian itu, ancaman terhadap pertahanan negara juga berkembang
meluas ke berbagai sektor dan dimensi. Ancaman terhadap suatu negara tidak
hanya dapat dipahami secara konvensional sebagai ancaman militer. Boleh jadi
ancaman militer memang ujungnya, tetapi sesungguhnya ancaman yang sudah
berkembang multidimensional telah mengembangkan skenario ancaman yang tidak
lain di awali dari ancaman nonmiliter. Ancaman nonmiliter ini sangat luas
aspeknya yang mencakup ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, keamanan, teknologi, informasi, komunikasi, keselamatan umum, dan hukum.
Sedemikian luas ancaman nonmiliter ini, maka
konsepsi pertahanan nirmiliter harus mampu membentuk kekuatan yang yang handal
dan sesuai dengan bentuk dan sifat ancamannya. Pilar kekuatan pertahanan
nirmiliter adalah kode etik dan profesionalisme yang terejewantahkan dalam dinamika
kebangsaan dan
kenegaraan yang melekat di
dalamnya karakteristik,
identitas dan integritas serta jati diri bangsa, yang mewujud sebagai kesadaran membela negara. Unsur kekuatan pertahanan nirmiliter terdiri dari unsur
utama dam unsur pendukung yang masing-masing memiliki perannya sesuai dengan
bentuk dan sifat ancaman.
Berdasarkan gambaran
ancaman dan konsepsi pertahanan nirmiliter yang hendak dibangun itu, maka
strategi pertahanan nirmiliter adalah gugah kesadaran bela negara secara dini
untuk membangun kemampuan daya tangkal negara dan bangsa dalam menghadapi
ancaman nonmiliter. Strategi itu dijalankan melalui upaya yang beraneka
ragam bentuk dan sifatnya, yang berpadu meresultante dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan yang menjadi dasar kekuatan nirmiliter, dan pendidikan
kewarganegaraan, yang sudah diamanati dalam Pasal 9 ayat (2) huruf “a.”
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003. Pendidikan
kewarganegaraan sebagai kebijakan publik di bidang pertahanan mencakup pemahaman
kesadaran bela negara, yang menjadi kesiapan dini kekuatan pertahanan
negara, sehingga ia merupakan kemampuan daya tangkal negara dan bangsa
menghadapi ancaman nonmiliter.
*) Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kemhan. Naskah ini diambil dari majalah SATRIA Vol 9 no. 2 April-Juni 2013
[1] Uraian pada
bagian ini disadur dari “Rancangan Pedoman Strategis Pertahanan Nirmiliter”,
Ditjen Pothan, tahun 2012.
[2] Uraian
mengenai Pendidikan Kewarganegaraan pada bagian ini disarikan dari “Naskah
Akademik RUU Pendidikan Kewarganegaraan”, yang disusun Ditjen Pothan tahun
2009.
Mungkin pratinjaunya melalui Kamnas meliputi kekuatan militer,kekuatan para militer dan kekuatan sipil(Polisi) membentuk kekkuatan tersebut sudah meliputi pertahanan nir militer.
BalasHapusMungkin pratinjaunya melalui Kamnas meliputi kekuatan militer,kekuatan para militer dan kekuatan sipil(Polisi) membentuk kekkuatan tersebut sudah meliputi pertahanan nir militer.
BalasHapus