KAJI ULANG SKB TENTANG MENWA TAHUN 2000
Pada tahun 2007 muncul permintaan kaji ulang terhadap SKB tentang Menwa Menhan, Mendiknas dan Mendagri dan Otoda Nomor KB/ 14/ M/X/2000, 6/UKB/2000, dan 39 A Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Menwa. Terhadap hal tersebut dibuat tanggapan tentang posisi masing-masing pihak yang mengeluarkan keputusan bersama.
TANGGAPAN TERHADAP
KONSEP KAJI ULANG DAN KONSEP
KESEPAKATAN BERSAMA PEDOMAN DAN PEMBERDAYAAN RESIMEN MAHASISWA
1.
Telaahan. Kaji ulang terhadap Keputusan
Bersama Menhan, Mendiknas dan Mendagri dan Otoda Nomor KB/ 14/ M/X/2000,
6/UKB/2000, dan 39 A Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Menwa
merupakan upaya meningkatkan efektivitas pembinaan dan pemberdayaan Menwa,
disesuaikan dengan lingkungan strategis nasional dan lingkungan strategis
sektoral pihak-pihak yang bekerjasama. Jika hal itu yang menjadi dasar perlunya
kaji ulang, maka yang perlu dilakukan bukanlah merubah atau mengkaji kembali
Keputusan Bersama itu, sebab pertimbangan yang sama sudah tertuang dalam
konsideran menimbang point “b.”. Oleh sebab itu pada dasarnya Keputusan Bersama tersebut sudah sesuai dengan
perubahan paradigma di segala bidang kehidupan. Hasil penyesuaian tersebut
adalah sebagaimana tertuang pada keputusannya yang tertera pada Pasal 1 s.d.
Pasal 3. Dengan demikian yang perlu dilakukan bukanlah kaji ulang sebagaimana
dituangkan dalam konsep yang disampaikan, tetapi yang diperlukan adalah
implementasi teknisnya oleh masing-masing pihak yang bekerjasama.
Di samping itu,
mengamati sepintas konsep kaji ulang dan konsep kesepakatan tersebut, nampak
bahwa hal-hal yang dituangkan sebagian besar mengungkap kembali Keputusan
Bersama Menhankam, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/11/X/II/1994, 0342/U/1994,
dan 149 Tahun 1994, yang justru telah direvisi dan direvitalisasikan melalui Keputusan
Bersama Menhan, Mendiknas dan Mendagri dan Otoda Nomor KB/ 14/ M/X/2000,
6/UKB/2000, dan 39 A Tahun 2000. Dihadapkan dengan era ego sektoral yang
demikian tinggi, pengaturan yang terlalu teknis sebagaimana yang tertuang dalam
konsep kesepakatan tersebut akan menimbulkan konflik sektoral yang justru
kontra produktif terhadap keberadaan Menwa.
Mempelajari hasil kaji
ulang sehingga melahirkan konsep baru kesepakatan tersebut nampak terdapat
asumsi yang tidak tepat dalam memandang permasalahan pembinaan dan pemberdayaan
Menwa. Asumsi dimaksud adalah :
a. Perubahan
peraturan perundang-undangan secara esensial telah berpengaruh terhadap
penyelenggaraan pembinaan dan pemberdayaan Menwa. Berpengaruh dimaksud dapat
dibaca sebagai pengaruh negatif terhadap penyelenggaraan pembinaan dan
pemberdayaan Menwa. Asumsi ini jika diterapkan pada Keputusan Bersama tidak
tepat sebab pengaruh itu justru positif karena terdapat kejelasan masing-masing
fungsi (Depdagri, Dephan dan Depdiknas) dalam menjalankan tugasnya untuk
membina dan memberdayakan Menwa, sesuai yang tertuang dalam Pasal 1 s.d. 3 dari
Keputusan Bersama. Oleh sebab itu yang terjadi justru sebaliknya, diperoleh
efektivitas dan efisiensi kegiatan dan anggaran pembinaan dan pemberdayaan
Menwa. Hal ini terbukti dengan implementasi tindak lanjut masing-masing
Depdagri dan Depdiknas yang secara jelas menggariskan kebijakan sampai dengan dukungan
anggaran.
b. Keberadaan Menwa di Propinsi kurang memiliki legalitas
karena tidak adanya kaitan struktur dengan instansi di daerah. Asumsi ini tidak
tepat, mengingat legalitas itu jelas tertuang dalam dalam Pasal 3 Keputusan
bersama, bahwa secara legal kegiatan Menwa diakui sebagai kegiatan dalam rangka
menjalankan fungsi perlindungan masyarakat. Legalitas itu diperkuat oleh
kebijakan Mendagri melalui Surat Mendagri kepada seluruh Gubernur Provinsi
seluruh Indonesia, yang tertuang dalam Surat Mendagri Nomor: 188.42/2764/SJ
tanggal 23 Nopember 2000 tentang Keputusan Bersama Menhan, Mendiknas dan
Mendagri dan Otoda.
c. Penyelenggaraan Diksar Menwa tidak dapat dilaksanakan
sesuai kurikulum dan di daerah tidak dapat dilaksanakan karena tidak ada biaya.
Asumsi ini sebenarnya dapat menjadi jalan keluar untuk menggugurkan seluruh
asumsi di atas, jika ”tidak ada biaya” ditelusuri lebih mendalam untuk
menemukan akar permasalahannya. Untuk Dephan ”tidak ada biaya” tersebut lebih
disebabkan oleh ketidaktahuannya untuk menindaklanjuti Keputusan Bersama. Yang
perlu dilakukan oleh Dephan adalah mengeluarkan kebijakan yang efektif, efisien,
proporsional dan tuntas menyangkut visi, misi, pola, sampai dengan pembiayaan
pembinaan dan pemberdayaan Menwa. Ini yang seharusnya menjadi asumsi Dephan
untuk melakukan peningkatan pembinaan dan pemberdayaan Menwa, yakni : ”Tidak
adanya kebijakan yang efektif, efisien proporsional dan tuntas menyangkut visi,
misi, pola, sampai dengan pembiayaan pembinaan dan pemberdayaan Menwa, telah
mengakibatkan lemahnya penerapan kurikulum dan tidak berdayanya PTF Dephan di
daerah untuk mengimplementasikan Keputusan Bersama”.
Sedangkan pada
Depdagri dhi. Pemda dan Depdiknas dhi. Perguruan Tinggi seharusnya tidak
terjadi karena masing-masing telah mengeluarkan kebijakan implementasi teknis
Keputusan Kerjasama. Pada kedua instansi tersebut ketiadaan biaya lebih
disebabkan ketidakpahaman peran strategis Menwa untuk mendukung keberhasilan
fungsi dan tugas masing-masing. Singkatnya permasalahan di kedua Departemen
tersebut beserta jajarannya adalah lemahnya sosialisasi Keputusan kepada
seluruh jajarannya, dhi Pemda dan Perguruan Tinggi, meskipun kebijakan
masing-masing sudah demikian responsif. Oleh sebab itu asumsi yang seharusnya
timbul adalah: ”Ketidakpahaman peran strategis Menwa untuk mendukung
keberhasilan fungsi dan tugas masing-masing, telah mengakibatkan rendahnya
alokasi anggaran untuk pembinaan dan pemberdayaan Menwa”.
d. Pembiayaan penyelenggaraan kegiatan Menwa di daerah tidak
jelas. Asumsi ini tidak tepat karena Mendagri melalui Surat Mendagri Nomor:
188.42/2764/SJ tanggal 23 Nopember 2000 tentang Keputusan Bersama Menhan,
Mendiknas dan Mendagri dan Otoda, telah mengatur dan menempatkan pembiayaan itu
pada APBD Propinsi.
Sedangkan
Mendiknas telah mengatur secara implisit sesuai prinsip otonomi kampus dalam
point ”2.c.” pada Surat Edaran Mendiknas Nomor : 212/D/T/2001 tanggal 19
Januari 2001 perihal Tindak Lanjut Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menhan,
Mendiknas dan Mendagri dan Otoda Nomor KB/ 14/ M/X/2000, 6/UKB/2000, dan 39 A
Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Menwa)
Dengan penjelasan di atas, pada dasarnya yang dilakukan Mendagri dan
Mendiknas telah sesaui dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam memenuhi kewajiban
yang diamanatkan oleh Keputusan Bersama. Mendagri melalui :
a. Surat Mendagri kepada seluruh Gubernur Provinsi seluruh
Indonesia, yang tertuang dalam Surat Mendagri Nomor: 188.42/2764/SJ tanggal 23 Nopember
2000 tentang Keputusan Bersama Menhan, Mendiknas dan Mendagri dan Otoda, dan
b. Surat Mendagri kepada seluruh Gubernur Provinsi seluruh
Indonesia, yang tertuang dalam Surat Mendagri Nomor: 340/294.D.III tanggal 28
Januari 2002 tentang Dukungan Kegiatan Menwa,
telah
melakukan langkah proporsional serta tuntas sesuai dengan Pasal 3 Keputusan
Bersama tersebut, dihadapkan dengan kebutuhan implementasi teknis sebuah
kebijakan publik.
Demikian juga apa yang dilakukan oleh Mendiknas melalui Surat Edaran
Mendiknas Nomor : 212/D/T/2001 tanggal 19 Januari 2001 perihal Tindak Lanjut
Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menhan, Mendiknas dan Mendagri dan Otoda Nomor
KB/ 14/ M/X/2000, 6/UKB/2000, dan 39 A Tahun 2000 tentang Pembinaan dan
Pemberdayaan Menwa), juga sudah cukup proporsional serta tuntas sesuai dengan
Pasal 1 Keputusan Bersama tersebut.
Berbeda dengan tindak lanjut dua kementerian pihak yang bekerjasama tersebut,
meskipun sudah cukup proporsional, tetapi efektivitas, efisiensi dan ketuntasan
implementasi teknis dari Keputusan Bersama yang dilakukan Dephan tidak dapat
dicapai layaknya sebuah kebijakan publik. Ketidaktuntasan dan ketidakefisienan
dijumpai pada sifat sementara Surat Telegram Dirjen Sumdaman (sekarang Ditjen
Pothan) Nomor : ST/02/2001 tanggal 23 Januari 2001, sebagaimana tersirat dan
tersurat pada diktum point BBB TTK, yang menyatakan “sambil menunggu
dikeluarkan petunjuk baru”, sementara petunjuk baru itu tidak muncul.
Sedangkan ketidakefektifan dari Surat Telegram tersebut sebagai implementasi
teknis sebuah kebijakan publik adalah tidak adanya petunjuk yang dapat
dipedomani oleh satuan bawah mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan beserta konsekwensi
biayanya. Hal ini menjadi kunci efektivitas implementasi teknis sebab, di
samping pembiayaan merupakan salah satu unsur dasar manajemen kebijakan publik,
juga karena konsekwensi biaya yang semula terdapat dalam Keputusan Bersama
Menhankam, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/11/X/II/1994, 0342/U/1994, dan 149
Tahun 1994, telah dihilangkan dalam Keputusan Bersama Menhan, Mendiknas dan
Mendagri dan Otoda Nomor KB/ 14/ M/X/200, 6/UKB/2000, dan 39 A Tahun 2000.
Sebagai konsekwensinya pengaturan pembiayaan dilakukan oleh masing-masing pihak
yang bekerjasama, dan itu dilakukan oleh Mendiknas dan Mendagri, tetapi tidak
dilakukan oleh Menhan.
Dengan demikian pada dasarnya kehendak untuk melakukan kaji ulang terhadap
Keputusan Bersama Menhan, Mendiknas dan Mendagri dan Otoda Nomor KB/ 14/
M/X/200, 6/UKB/2000, dan 39 A Tahun 2000 adalah sebuah blunder kebijakan publik
yang dilakukan oleh Dephan, yang berdampak pada semangat Mahasiswa untuk
berkegiatan dalam Menwa. Hal ini terjadi karena setiap Menwa akan melakukan
Diksar, mereka mengalami kesulitan biaya dan pada dasarnya hal itu menjadi
tanggungjawab Dephan.
Jika Diksar Menwa dapat dipahami sebagai pembekalan dasar kemampuan warga sipil
yang berpredikat mahasiswa untuk memiliki kemampuan dasar komponen pertahanan
negara, yang menjadi proses transisi warga sipil menjadi berkemampuan dasar
kemiliteran, maka pada dasarnya Diksar Menwa adalah fungsi pembinaan dan
pemberdayaan Dephan cq. Ditjen Pothan sesuai pasal 2 Keputusan Bersama
tersebut. Perlu dipahami bahwa dalam Keputusan Bersama tersebut, Diknas dhi.
Perguruan Tinggi membina dan memberdayakan dalam beban tugas dan tanggung jawab
mengembangkan olah keprajuritan, kedisiplinan dan wawasan bela negara,
sedangkan Depdagri membina dan memberdayakan dalam beban tugas dan tanggung
jawab perlindungan masyarakat, dan akhirnya Dephan Membina dan memberdayakan
Menwa dalam beban tugas dan tanggung jawab sebagai komponen pertahanan negara. Oleh
sebab itu yang harus dilakukan Dephan adalah mengkaji Pasal 2 Keputusan Bersama
untuk dapatnya dirumuskan kebijakan teknis yang dapat dipedomani PTF Dephan di
daerah dan Menwa yang menyangkut jabaran kegiatan yang harus dilakukan memenuhi
tugas dan tanggung jawab mengembangkan Menwa sebagai komponen pertahanan negara,
dan sumber pembiayaannya.
Di samping hal yang disampaikan di atas, yang perlu dilakukan pihak-pihak
yang bekerjasama untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi dan proporsionalitas serta ketuntasan
implementasi Keputusan Bersama tersebut adalah melakukan pendalaman tugas dan
tanggung jawab masing-masing agar dapat dilahirkan kebijakan dan koordinasi
teknis program yang dapat dipedomani dan dilaksanakan, sehingga tidak terjadi
kebingungan satuan bawah dan Menwa. Hal ini perlu dilakukan sebab dasar
munculnya Surat Mendagri Nomor: Nomor: 340/294.D.III tanggal 28 Januari 2002
tentang Dukungan Kegiatan Menwa, adalah perbedaan visi dan persepsi terhadap
kegiatan Menwa antara Depdagri Dephan dan Depdiknas serta Menwa itu sendiri.
Hal serupa sering ditemui oleh Tim Wasev Kegiatan Pothan di daerah sebagai
keluhan Menwa dan PTF Dephan di daerah, dan dikatakan Pemda atau Perguruan
Tinggi tidak responsif terhadap kegiatan Menwa, sementara permasalahan
sesungguhnya adalah kekosongan kebijakan implementasi teknis yang dapat
dipedomani oleh PTF Dephan di daerah dan Menwa dari aspek pembinaan dan
pemberdayaan Menwa sebagai komponen pertahanan negara.
Kekosongan
kebijakan itu semakin lebar mengingat kebijakan pembinaan potensi pertahanan
saat ini dan ke depan adalah dalam rangka pembentukan komponen cadangan dan
komponen pendukung, yang itu sangat berkait erat dengan efektivitas pembinaan
dan pemberdayaan Menwa. Mempersempit kekosongan kebijakan tersebut Dephan perlu
mengeluarkan kebijakan lanjutan yang mengaksentuasikan kebijakan pembinaan dan
pemberdayaan Menwa ke arah dukungan terhadap pembentukan komponen cadangan dan
komponen pendukung.
2.
Kesimpulan
a. Terdapat
kesalahan asumsi dalam pengambilan keputusan untuk mengkaji ulang Keputusan
Bersama Menhan, Mendiknas dan Mendagri dan Otoda Nomor KB/ 14/ M/X/200,
6/UKB/2000, dan 39 A Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Menwa.
b. Bahwa
pada dasarnya Keputusan Bersama Menhan, Mendiknas dan Mendagri dan Otoda Nomor
KB/ 14/ M/X/200, 6/UKB/2000, dan 39 A Tahun 2000 tentang Pembinaan dan
Pemberdayaan Menwa sudah disesuaikan dengan lingkungan strategis
nasional dan lingkungan strategis sektoral pihak-pihak yang bekerjasama.
c. Bahwa
Depdagri dan Depdiknas telah dapat melakukan implementasi teknis secara
proporsional serta tuntas melalui kebijakan-kebijakan teknis yang telah
dilakukan untuk memenuhi kewajiban Keputusan Bersama, namun memang belum
efektif.
d. Belum
adanya pemahaman bersama tentang proporsionalitas implementasi teknis Keputusan
Bersama telah mengakibatkan perbedaan sikap terhadap langkah masing-masing
pihak yang bekerjasama beserta jajaran satuan bawah masing-masing.
e. Bahwa
kebijakan Dephan dalam melakukan implementasi teknis Keputusan Bersama tersebut
sudah proporsional tetapi tidak efektif, tidak efisien dan tidak tuntas.
3. Saran
a. Memperbaiki
asumsi pengambilan keputusan dalam konsep kaji ulang Keputusan Bersama,
sehingga tidak terjadi kekeliruan pengambilan keputusan yang menjadi blunder
kebijakan dan justru kontra produktif terhadap Menwa.
b. Tidak
perlu dilakukan kaji ulang terhadap Keputusan Bersama Menhan, Mendiknas dan
Mendagri dan Otoda Nomor KB/14/M/X/200, 6/UKB/2000, dan 39 A Tahun 2000 tentang
Pembinaan dan Pemberdayaan Menwa.
c. Mendorong
Depdiknas dan Depdagri serta Perguruan Tinggi untuk merevitalisasi Keputusan
Bersama Menhan, Mendiknas dan Mendagri dan Otoda Nomor KB/ 14/ M/X/200,
6/UKB/2000, dan 39 A Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Menwa,
melalui kebijakan teknis sesuai tugas dan tanggung jawab yang tertuang dalam
Keputusan Bersama, yang dapat menggerakkan Perguruan Tinggi dan Pemda semakin
giat mendukung kegiatan yang memiliki manfaat langsung memberdayakan Menwa.
d. Melakukan
upaya untuk membangun kesalingpahaman terhadap tugas dan tanggung jawab
masing-masing dalam Keputusan Bersama, sehingga tidak terjadi under estimate
dalam menilai kebijakan implementasi teknis yang dilakukan oleh masing-masing
yang bekerjasama.
e. Melakukan
sosialisasi terpadu Keputusan Bersama, guna diperoleh kesamaan pikir, sikap dan
perilaku serta efektivitas, efisiensi, proporsionalitas dan ketuntasan terhadap
implementasi teknisnya.
f. Khusus
untuk Dephan cq. Ditjen Pothan:
1) Mengkaji
untuk mendalami tugas dan tanggung jawab Dephan dalam Keputusan Bersama,
sehingga tidak terjadi blunder kebijakan yang justru kontra produktif terhadap
keberhasilan pelaksanaannya.
2) Mengeluarkan
kebijakan teknis sesuai tugas dan tanggung jawab dalam Keputusan bersama secara
tuntas, termasuk komponen biaya, yang dapat dipedomani oleh PTF Dephan di
daerah, Menwa, serta mampu meningkatkan kepercayaan diri PTF Dephan di daerah
dalam berkoordinasi dan melaksanakan pembinaan dan pemberdayaan Menwa.
3) Mengeluarkan kebijakan lanjutan untuk mengaksentuasikan pembinaandan pemberdayaan Menwa ke arah dukungan pembentukan komponen cadangan dan komponen pendukung.
4) Melakukan koordinasi tuntas dengan Biro Perencanaan Sekjen Dephan untuk dapatnya diperoleh dukungan anggaran kebijakan teknis yang dikeluarkan mengimplementasikan Keputusan Bersama.
Komentar
Posting Komentar