PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA  KOMPONEN PENDUKUNG HANNEG SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2019 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA NASIONAL UNTUK PERTAHANAN NEGARA*)

 

PENDAHULUAN

Sistem pertahanan negara Indonesia adalah sistem pertahanan bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumberdaya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Dengan sistem yang demikian kompleks, disadari benar dalam pertahanan negara, kerja sama dengan jargon “gotong royong” adalah keniscayaan. Panglima Besar Jenderal Sudirman pada konferensi Tentara Keamanan Rakyat di Markas TKR Yogyakarta, 12 November 1945 menyatakan: ”Bahwa Negara Indonesia tidak cukup dipertahankan oleh tentara saja, maka perlu sekali mengadakan kerja sama yang seerat-eratnya dengan golongan serta badan-badan di luar tentara”.

Kesadaran pentingnya kerja sama ini kemudian harus dikembangkan dan dipersiapkan secara dini. Penyiapan secara dini dilakukan dengan mentransformasikan segenap sumber daya nasional sejak masa damai, termasuk Sarana dan Prasarana Nasional untuk dapat dipergunakan bagi kepentingan pertahanan negara. Dalam kerangka pemikiran demikian menghendaki penyiapan dan pelaksanaan pembangunan nasional harus ada keselarasan antara sektor pertahanan sama dengan sektor-sektor lain.

Transformasi menjadi kekuatan pertahanan dalam wilayah menghadapi ancaman nonmiliter dilaksanakan dalam kerangka tugas dan fungsi kementerian/lembaga, sesuai dengan sifat dan bentuk  ancaman yang dihadapi {Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara}. Sedangkan untuk transformasi Sumber Daya Nasional  menjadi kekuatan pertahanan negara menghadapi ancaman militer dalam format Komponen Utama, Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung.

Komponen Pendukung merupakan salah satu hasil transformasi Sumber Daya Nasional. Dalam kerangka melaksanakan hak dan kewajiban konstitusional  membela negara Komponen Pendukung menjadi wadah dan bentuk keikutsertaan Warga Negara dan pemanfaatan Sumber Daya Nasional lainnya dalam usaha Pertahanan Negara. Komponen Pendukung digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dan Komponen Cadangan. Komponen Pendukung terdiri atas Warga Negara, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan serta Sarana dan Prasarana Nasional  (Sarpras).

Pengelolaan Komponen Pendukung meliputi kegiatan Penataan dan Pembinaan yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga berdasarkan kebijakan umum Pertahanan Negara. Pengelolaan Komponen Pendukung dilaksanakan dalam sistem tata kelola Pertahanan Negara yang demokratis, berkeadilan, dan menghormati hak asasi manusia serta menaati peraturan perundang-undangan.

Dalam makalah ini dibahas tentang pengelolaan Sarpras Komponen Pendukung untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dan Komponen Cadangan, yang berlandaskan Norma, Standar, Prosedur dan Kiteria.

TRANSFORMASI SUMBER DAYA NASIONAL

Sistem Pertahanan Negara yang bersifat semesta bercirikan kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan. Ciri kerakyatan terejawantahkan ke dalam orientasi pertahanan yang diabdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat. Ciri kesemestaan mengandung makna bahwa seluruh sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan. Sedangkan ciri kewilayahan nampak dalam sistem gelar kekuatan pertahanan yang tersebar di seluruh wilayah NKRI sesuai kondisi geografi sebagai satu kesatuan pertahanan.

Sementara pembangunan sumber daya nasional untuk kepentingan nasional dilaksanakan melalui proses transformasi menjadi potensi sumber daya nasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan (prosperity) dan keamanan (security). Sedangkan untuk kepentingan pertahanan negara, sumber daya nasional ditransformasikan menjadi potensi sumber daya manusia yang memiliki potensi fisik dan non fisik, potensi sumber daya alam dan buatan dalam bentuk logistik wilayah dan cadangan material strategis, dan potensi Sarpras nasional dalam bentuk fasilitas komunikasi, fasilitas angkutan, fasilitas industri, fasilitas konstruksi dan jasa serta industri nasional untuk mendukung pertahanan negara. Selanjutnya, potensi-potensi ini siap digunakan untuk membentuk kekuatan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. Guna memperkuat dan memperbesar kekuatan dan kemampuan Komponen Utama pertahanan negara. Kebijakan yang ditempuh adalah sebagai berikut:

1.         Transformasi potensi sumber daya manusia dari warga negara biasa menjadi Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang siap memperkuat TNI sebagai Komponen Utama, baik di masa damai maupun di masa perang. Pelaksanaan transformasi sumber daya manusia menjadi potensi pertahanan negara dilaksanakan melalui program pendidikan dan pelatihan bagi seluruh anggota masyarakat.

2.         Transformasi potensi sumber daya alam dan buatan berupa sumber daya flora, fauna, bahan tambang, sumber energi dan sumber daya lainnya yang memiliki nilai strategis, baik di darat, laut dan dirgantara menjadi Cadangan Materiil Strategis dalam rangka mendukung Logistik Wilayah dan  Logistik Tempur.

Transformasi sarprasnas menjadi Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung, baik personil dan peralatannya seperti : transportasi, telekomunikasi, industri, pendidikan dan latihan, depo logistik, migas dan distribusinya, kesehatan, ketenagalistrikan dan perbengkelan/ otomotif, untuk digunakan dalam perlawanan bersenjata maupun tidak bersenjata sesuai matra dan Siber serta Antariksa.

KONSEPSI EMPIRIK YURIDIS KEKUATAN PENDUKUNG SISTEM PERTAHANAN SEMESTA

Konsepsi komponen pendukung dalam sistem pertahanan semesta merupakan kristalisasi pengalaman perang kemerdekaan Indonesia. Merangkum pengalaman perang gerilya dan dipadukan dengan kekayaan literatur perangnya, Nasution dalam konteks perang gerilya menulis: ”......., maka perjuangan ideologi yang hebatlah yang membangkitkan perang gerilya.” (AH. Nasution, ”Pokok-pokok Gerilya dan Pertahanan Republik Indonesia di Masa Lalu dan yang Akan Datang”, 1953,  cet.-4,1980, 17). Pada uraian di halaman yang sama selanjutnya Nasution menulis: ”Maka pemeliharaan semangat, penyuburan ideologi, adalah pula tugas yang utama bagi sigerilya, terutama untuk memelihara semangat perlawanan rakyat”. Dari kristalisasi strategis Nasution ini, kunci utama perang semesta adalah dukungan rakyat, yang rumusan konstitusionalnya menempatkan rakyat sebagai kekuatan pendukung sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta {Undang Undang Dasar 1945, Pasal 30 ayat (2)}.

Jika konsepsi kekuatan pendukung Nasution di atas lebih pada semangat nasionalisme dan bela negara mendukung perang gerilya, selanjutnya dalam pengelolaan perang yang lebih dipersiapkan, realisasi wujud kekuatan pendukung itu secara konseptual dilakukan dalam usaha pertahanan negara. Konsepsi kekuatan pendukung dimaksud dikemukakan oleh Djenderal Major TB. Simatupang (1954) di halaman 118-120 dalam bukunya “Pelopor dalam Perang, Pelopor dalam Damai, Kupasan Mengenai Masalah Pertahanan Negara dan Angkatan Perang RI”. Setelah menguraikan bagaimana hubungan kebutuhan tentara tentang kemampuan pengorganisasian, dan dengan sektor industri untuk mengembangkan membuat senjata, TB. Simatupang menulis: ”Salah satu persoalan jang dihadapi oleh tiap negara pada waktu ini ialah mengadakan organisasi jang dapat menjamin kerdja sama jang terus menerus di antara ahli negara, sardjana, militer dan pemimpin industri”. Dari kalimat ini tergambar pergeseran konsep kekuatan pendukung, dari konvensional perang gerilya berupa rakyat terlatih menjadi dukungan intelektual dan konseptual membuat senjata dan menemukan senjata baru.

Secara konseptual yuridis awal, jabaran konstitusi kekuatan pendukung dalam sistem pertahanan semesta tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor: 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia. Pengaturan kekuatan pendukung dalam Undang-Undang itu masih kuat diwarnai oleh paradigma perang gerilya, sehingga kesiapan kekuatan pendukungnya hanya sebatas kesiapan sumber daya manusia, sementara sumber daya lainnya tidak diatur sama sekali. Besar dugaan penyertaan sumber daya lainnya dianggap serta merta menjadi sarana menyertai sumber daya manusia yang mengawakinya.

Konsepsi pengaturan kekuatan pendukung mulai keluar dari paradigma perang gerilya ketika lahir Undang-Undang RI Nomor: 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia. Dalam konsepsi Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta yang diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang ini adalah tatanan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara, yang terdiri atas komponen dasar Rakyat Terlatih, komponen utama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia beserta Cadangan Tentara Nasional Indonesia, komponen khusus Perlindungan Masyarakat dan komponen pendukung sumber daya alam, sumber daya buatan dan prasarana nasional, secara menyeluruh, terpadu dan terarah. Di sini istilah komponen pendukung sudah dikenal dan mereka terdiri dari sumber daya alam, sumber daya buatan, dan sarana prasarana, yang dikelola untuk mendukung komponen pertahanan negara.

Pada perkembangan selanjutnya, terdorong oleh reformasi 1998, konsepsi kekuatan pendukung mulai disistimatisasi dalam paradigma universalisme, yang menseparasikan secara ketat antara kombatan dan nonkombatan. Realisasi pengaturannya dituangkan dalam Undang-Undang RI Nomor: 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yakni berupa dukungan segenap warga negara dan sumber daya nasional, yang distrukturkan sebagai kekuatan komponen pendukung yang dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan. Pengaturan Undang-Undang RI Nomor: 3 Tahun 2002 tentang komponen pertahanan negara hanya menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai kombatan alias menjadi komponen utama. Di luar TNI adalah komponen cadangan dan komponen pendukung, di mana komponen cadangan menjadi kombatan ketika dimobilisasi dan komponen pendukung bersifat nonkombatan.

SARPRAS KOMPONEN PENDUKUNG

Sarpras merupakan istilah di bidang pertahanan yang jika dirinci jenisnya mirip dengan istilah infrastruktur yang dikenal dalam istilah pembangunan khususnya bidang pekerjaan umum dan telekomunikasi. Pengertian infrastruktur itu sendiri dan jenis-jenisnya tergantung pada kepentingan sektor atau politik pembangunan yang menggunakannya. Infrastruktur menurut Perpres 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, Infrastruktur Prioritas adalah infrastruktur yang berdampak signifikan terhadap perekonomian baik ditingkat pusat maupun daerah, sehingga penyediaannya diprioritaskan. Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang  Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, memaknai infrastuktur sebagai fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik. Jenisnya terdiri dari infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial. Sedangkan dari sudut pertahanan dalam konteks Komponen Pendukung menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, Sarpras adalah hasil budi daya manusia yang dapat digunakan sebagai alat penunjang untuk kepentingan Pertahanan Negara dalam rangka mendukung kepentingan nasional. Sarpras tersebut meliputi Sarpras Darat, Sarpras Laut, Sarpras Udara, Sarpras Siber dan Antariksa, dan Sarpras Lainnya.

Sarpras Darat meliputi sarana transportasi darat, prasarana transportasi darat, bengkel pemeliharaan dan perbaikan transportasi darat dan  Sarpras darat lainnya yang memiliki nilai strategis. Sarpras Laut terdiri dari sarana transportasi laut, prasarana transportasi laut, bengkel pemeliharaan dan perbaikan transportasi Iaut, dan Sarpras laut lainnya yang memiliki nilai strategis. Sedangkan Sarpras Udara adalah sarana transportasi udara, prasarana transportasi udara, bengkel pemeliharaan dan perbaikan transportasi udara dan  Sarpras udara lainnya yang memiliki nilai strategis. Untuk Sarpras Siber dan antariksa terdiri dari Sarpras Teknologi, informasi, dan komunikasi, satelit telekomunikasi, stasiun meteorologi, stasiun klimatologi, pusat data dan informasi, stasiun pengamatan antariksa dan Sarpras siber dan antariksa lainnya yang memiliki nilai strategis. Sementara itu Sarpras Lainnya adalah Sarpras Kesehatan, Sarpras pergudangan, Sarpras Depo Logistik dan Industri nasional pendukung Sarpras nasional untuk Pertahanan Negara.

Mengacu pada Pasal 40 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, penetapan Sarpras menjadi Komponen Pendukung tidak menghilangkan:

a.    hak pemilik untuk mengalihkan hak kepemilikan, mengelola, dan/atau menggunakan;

b.    hak pengelola untuk mengelola dan/atau menggunakan; dan/atau

c.    hak kebendaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, terhadap Sarpras.

TUJUAN DAN SASARAN PENGELOLAAN SARPRAS KOMPONEN PENDUKUNG

Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara bertujuan untuk mentransformasikan Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam, dan Sumber Daya Buatan, serta Sarana dan Prasarana Nasional menjadi kekuatan Pertahanan Negara yang siap digunakan untuk kepentingan Pertahanan Negara. Secara lebih khusus, arah trasformasi dimaksud dalam hal pengelolaan Sarpras sebagai Komponen Pendukung adalah untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dan Komponen Cadangan.

 Tidak terdapat penjelasan lebih lanjut tentang  kata “kekuatan” dan “kemampuan” dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019. Dalam jargon militer  peningkatan kekuatan berarti meningkatnya jumlah atau kuantitas Komponen Utama dan Komponen Cadangan, dan peningkatan kemampuan berarti meningkatkan kualitas dari Komponen Utama dan Komponen Cadangan. Dalam hal kuantitas, keberadaan Komponen Pendukung harus dapat melipatgandakan jumlah Komponen Utama dan Komponen Cadangan. Dalam konteks kuantitas ini, di samping jumlah Sarpras yang dapat dipergunakan Komponen Utama dan Komponen Cadangan bertambah, juga dalam penambahan tersebut diimbangi dengan pemerataan penggelaran berdasarkan pertimbangan taktis dan strategis.

Di sisi lain, sepanjang spesifikasi dari Sarpras memenuhi kriteria yang diperlukan oleh Komponen Utama dan Komponen Cadangan, maka Sarpras Komponen Pendukung dapat meningkatkan kualitas terkait dengan daya kejut, daya gerak  dan daya tempur Komponen Utama dan Komponen Cadangan. Memang pada beberapa sarana semisal sarana transportasi, perlu ditambahkan kamuflase atau perangkat yang dalam hal peningkatan kualitas sifatnya taktis tempur, sebagai contoh corak dan warna sarana transportasi yang perlu dirubah, akan meningkatkan pendadakan yang merupakan unsur penting pertempuran, atau jika benar-benar diperlukan ditambahkan senjata untuk meningkatkan daya gempur. Ujung dari keyakinan kelengkapan Sarpras akan meningkatkan daya juang

 Dari gambaran kebutuhan peningkatan kekuatan dan kemampuan di atas dikaitkan dengan terpenuhinya Sarpras Komponen Pendukung maka sasaran dari pengelolaan Sarpras Komponen Pendukung adalah:

a.         Sarpras Komponen Pendukung yang dengan segera mampu melipatgandakan kuantitas Komponen Utama dan Komponen Cadangan

b.         Sarpras Komponen Pendukung yang lengkap dan memenuhi standar sehingga mampu meningkatkan daya kejut dan daya gerak

c.         Sarpras Komponen Pendukung yang memberikan keyakinan keunggulan yang berujung meningkatnya daya juang Komponen Utama dan Komponen Cadangan

d.    Sarpras Komponen Pendukung yang total mampu meningkatkan daya tempur Komponen Utama dan Komponen Cadangan.

bersambung.......

*) Oleh: Kolonel (Pur) K.D. Andaru Nugroho, S.Sos., M.Si., disampaikan pada Rapat Penyusunan Roadmap Penataan dan Pembinaan Sarpras Komponen Pendukung Pertahanan Negara, di Ditsumdahan Ditjen Pothan Kemhan, 24 Maret 2021.

Komentar

Postingan populer dari blog ini