Norma
.......sambungan
PENGELOLAAN SARPRAS KOMPONEN PENDUKUNG
Berpegang
pada tujuan pengelolaan Komponen Pendukung, Sarpras sebagai salah satu segmennya
dikelola guna meningkatkan kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dan Komponen
Cadangan. Pengelolaan tersebut dilakukan di atas norma-norma yang berlaku,
sehingga tidak ada pertentangan norma yang dapat mereduksi efektifitas dan
efisiensi dukungan. Di atas norma-norma itu pengelolaan yang dilakukan
berdasarkan standar yang menjamin tercapainya tujuan dan sasaran
pengelolaannya. Pengelolaan tersebut dilakukan melalui proses secara bertahap melalui
kegiatan Penataan dan Pembinaan. Secara teknis agar Sarpras Komponen Pendukung
dapat memenuhi kebutuhan meningkatkan kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dan
Komponen Cadangan, Penataan dan Pembinaan yang dilakukan didasarkan pada kriteria dan kebutuhan Komponen Utama dan Komponen Cadangan.
a.
Norma
Sarpras
dalam pengertian infrastruktur dikelola berlandaskan norma yang mengatur dalam
aspek kesejahteraan, diperuntukkan untuk kepentingan ekonomi dan sosial. Dalam aspek pertahanan,
pengelolaan Sarpras salah satunya untuk Komponen Pendukung juga harus
dilandaskan pada norma. Norma dimaksud adalah peraturan atau ketentuan
perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan pengelolaan Sarpras Komponen
Pendukung. Peraturan atau ketentuan yang
yang
mendasari pengelolaan Sarpras Komponen
Pendukung adalah sebagai berikut:
1)
Undang
Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan Amandemennya.
Pengelolaan Sarpras memiliki landasan konstitusional yang diatur dalam Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Alenia IV dinyatakan bahwa salah satu tujuan Pemerintahan Negara
Indonesia adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. Tujuan diatur lebih lanjut pelaksanaannya dalam Pasal 30 ayat (2)
berupa sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta menempatkan rakyat menjadi kekuatan pendukung. Sifat
kesemestaan ini mengandung arti totalitas segenap potensi, termasuk potensi
yang dimiliki dan dipergunakan oleh rakyat berupa Sarpras dapat dipergunakan
untuk mendukung kekuatan pertahanan negara.
Secara konstitusional Sarpras yang
termaktub secara implisit dalam sumber daya lainnya, pada diktum Pasal 18a ayat
(2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemanfaatannya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur
dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Diktum keadilan dan keselarasan
pemanfaatan Sarpras berdasarkan undang-undang memberikan perspektif
konstitusional terhadap pemanfaatan Sarpras untuk pertahanan negara dalam
Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta.
2)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya.
Menurut
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun
1959, secara eksplisit yuridis tidak terdapat diktum pengaturan
pengelolaan Sarpras Komponen Pendukung.
Undang-Undang ini hanya mengubah status kondisi dan situasi negara, karena tiga
kondisi {Pasal 1 ayat (1)}, yakni:
a)
keamanan
atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik
Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan atau akibat bencana alam,
sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
b)
timbul
perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik
Indonesia dengan cara apapun juga; dan
c)
hidup
Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau
dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan
hidup Negara.
Berdasarkan tiga atau salah satu sebab itu penguasa Darurat Sipil
Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat dapat mengerahkan
segenap sumber daya nasional. Sumber daya nasional tersebut diorganisasikan
sedemikian rupa, sehingga segera dapat digunakan. Dengan situasi yang demikian
itu kesiapan dari segenap sumber daya nasional merupakan faktor strategis
memudahkan transformasi menjadi kekuatan. Oleh sebab itu pengelolaan Sarpras Komponen
Pendukung yang sudah terorganisasikan akan memudahkan sentralisasi kekuasaan Penataan
dan Pembinaan Sumber Daya Nasional yang diatur Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun
1959 ini. Dengan kata lain keberadaan Komponen Pendukung – termasuk Sarpras –
yang tertata dan terbina akan memudahkan transformasi menjadi kekuatan untuk
meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.
3)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Salah satu jargon yang sering
diucapkan sebagai alasan penolakan bahwa pembentukan komponen pertahanan negara
bertentangan dengan hak azasi manusia, karena membatasi kebebasan. Namun harus
diingat secara yuridis, yang sudah barang tentu sudah melalui kajian
akademis-sosiologis, pengelolaan Sarpras komponen pendukung sebagai bagian dari
penyusunan kekuatan pendukung dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta sangat selaras dengan HAM. Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999
menegaskan justru keselarasan itu dan mengaturnya pada Pasal 68 dalam Bab Kewajiban Dasar Manusia.
Memang secara formulasi kerangka pengaturannya menegaskan perlunya perlindungan
HAM, namun penempatan pengaturannya dalam Bab Kewajiban Dasar Manusia
menunjukkan bela negara dalam wujud kerkuatannya sebagai komponen pendukung
tidak bertentangan dengan HAM. Kewajiban Dasar Manusia sesuai Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 ini adalah
seperangkat kewajiban yang
apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak
asasi manusia.
Sarpras
yang dimiliki warga negara wajib diikutsertakan dalam upaya pembelaan negara. Sarpras yang dimiliki warga
negara yang dipergunakan dalam upaya pembelaan negara dijamin hak-haknya
sebagaimana tertuang dalam diktum Pasal 23 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2019 yang menyatakan bahwa: “Penetapan
Komponen Pendukung tidak menghilangkan: a. hak pemilik untuk mengalihkan hak
kepemilikan, mengelola, dan/atau menggunakan; b. hak pengelola untuk mengelola
dan/atau menggunakan; dan/atau c. hak kebendaan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, terhadap Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan,
serta Sarana dan Prasarana Nasional.”
4)
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pertahanan
Negara diselenggarakan oleh pemerintah, dan
dipersiapkan secara dini dalam suatu sistem pertahanan yang bersifat semesta.
Sistem pertahanan ini menitikberatkan
pada usaha membangun dan membina kemampuan serta daya tangkal untuk menanggulangi
segala ancaman. Guna mendukung
kepentingan Pertahanan Negara,
segenap sumber daya nasional yang meliputi sumber
daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta Sarpras
nasional, harus
dimanfaatkan semaksimal mungkin, sebagai komponen Pertahanan Negara.
Sesuai Pasal 7
ayat (2) “Sistem Pertahanan Negara dalam menghadapi ancaman militer
menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai Komponen Utama dengan didukung
oleh Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung”. Dalam kaitan
ini, apa yang dimaksud ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan
bersenjata yang terorganisasi dan
dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Dalam Pasal 8 ayat (2)
ditegaskan bahwa Komponen Pendukung, terdiri atas warga negara, sumber
daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang secara
langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dan Komponen Cadangan.
5)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional
Untuk Pertahanan Negara. Diktum Pasal 17
ayat (2) Undang-Undang ini berbunyi Komponen Pendukung merupakan salah satu wadah keikutsertaan Warga
Negara secara sukarela dan pemanfaatan Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan,
serta Sarana dan Prasarana Nasional dalam usaha penyelenggaraan Pertahanan
Negara. Mengacu dalam
diktum Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang ini, rincian Sarpras Komponen Pendukung
dimaksud tertuang dalam Pasal 20 ayat (3) yang terdiri atas: “a. sarana dan prasarana darat; b. sarana
dan prasarana laut; c. sarana dan prasarana udara; d. sarana dan prasarana
siber dan antariksa; dan e. sarana dan prasarana lainnya.”
Penggunaan Sarpras Komponen Pendukung dilakukan melalui
Mobilisasi. Pada Pasal 1 angka 13 Undang-Undang 23 Tahun 2019 ini
yang dimaksud dengan Mobilisasi adalah
tindakan pengerahan dan penggunaan secara serentak Sumber Daya Nasional serta
Sarana dan Prasarana Nasional yang telah dipersiapkan dan dibina sebagai
komponen kekuatan Pertahanan Negara untuk digunakan secara tepat, terpadu, dan
terarah bagi penanggulangan setiap Ancaman, baik dari luar negeri maupun dari
dalam negeri yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan
hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak semua kelompok Sarpras
Komponen Pendukung dikerahkan dalam pelaksanaan Mobilisasi. Tidak semua Sarpras
dapat dimobilisasi. Hanya Sarpras Komponen Pendukung yang dikenai Mobilisasi
untuk ditingkatkan menjadi Komponen Cadangan
{Pasal 64 ayat (2)}. Komponen
Pendukung yang tidak ditingkatkan statusnya menjadi Komponen Cadangan wajib
memberikan dukungan pada saat Mobilisasi yang dikoordinasikan oleh
kementerian/lembaga sesuai dengan tugas dan fungsi {Pasal
65 ayat(1)}.
6)
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. Tugas pokok TNI yang tertuang secara eksplisit pada Pasal
7 ayat (1) menyatakan
bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, serta melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara”. Dalam melaksanakan tugas pokok ini sesuai Pasal 7 ayat
(2b), butir 8 TNI memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya
secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta”. Secara lebih rinci, tugas pokok pemberdayaan
dapat diuraikan sebagai berikut;
a)
membantu
pemerintah menyiapkan sejak dini potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan; dan
b)
membantu
pemerintah memberdayakan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
Dengan demikian
dapat dipahami bahwa TNI sebagai Komponen Utama Pertahanan
Negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam penataan Komponen Pendukung,
mengingat dalam pemberdayaan wilayah akan terkait dengan sumber daya manusia,
sumber daya alam, sumber daya buatan dan sarana prasarana nasional yang
merupakan lingkup penataan Komponen Pendukung. Dalam pelaksanaan operasi
militer, Komponen Pendukung dapat dimanfaatkan baik secara langsung maupun
tidak langsung, untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dan Komponen Cadangan.
Sementara Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 Pasal 15 yang
menyangkut tugas dan kewajiban Panglima
TNI di angka 11 dinyatakan bahwa Panglima TNI memiliki kewajiban menggunakan
Komponen Pendukung yang telah disiapkan bagi kepentingan operasi militer. Dalam
hal ini dukungan Komponen Pendukung dalam operasi militer tidak berupa fisik
warga Negara mengikuti perang, tetapi akibat yang ditimbulkan karena perang
dapat berupa korban perang yang membutuhkan
pertolongan, evakuasi, rekonstruksi dan rehabilitasi yang tercakup sebagai
bagian tugas Komponen Pendukung.
7)
Undang-Undang
Republik
Indonesia Nomor 23 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam rangka menyelenggarakan fungsi
pemerintahan, pemerintah daerah memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan
pemerintahan daerah lainnya. Termasuk di dalamnya tentang hubungan wewenang,
pelayanan umum dan pemanfaatan sumber daya alam, serta sumber daya lainnya.
Pasal 1 angka 42 menegaskan bahwa Kawasan Khusus adalah
bagian wilayah dalam Daerah provinsi dan/atau Daerah kabupaten/kota yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang bersifat
khusus bagi kepentingan nasional yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 10 ayat (3) menegaskan bahwa urusan pemerintahan yang tidak
diotonomikan dan menjadi urusan Pemerintah meliputi: politik luar
negeri; pertahanan; keamanan; yustisi; moneter dan fiskal nasional; dan agama.
Pasal 11 ayat (1) menegaskan bahwa : Penyelenggaraan
urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas,
dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan
pemerintahan; sedangkan ayat (2) menegaskan bahwa Penyelenggaraan
urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan
hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi,
kabupaten dan kota atau antarpemerintahan daerah yang saling terkait,
tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan..
Selanjutnya, pada Pasal 18 ayat (3) menegaskan bahwa kewenangan
daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi: eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan
kekayaan laut; pengaturan administratif; pengaturan tata ruang; penegakan hukum
terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan
kewenangannya oleh Pemerintah; ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan ikut
serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Berdasarkan pasal 10, 11, dan 18 di atas, dapat
dicermati bahwa meskipun pertahanan merupakan urusan pemerintahan yang tidak
diotonomikan, tetapi untuk mewujudkan suatu sistem pemerintahan yang terkait,
tergantung dan sinergis, maka antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan pemerintah kabupaten/kota harus bekerja sama dalam satu kesatuan pemerintahan.
Sementara dalam konteks hubungan kewenangan antara
pemerintah dan pemerintah daerah, menjadi bagian dari urusan pemerintahan yang
berdasarkan eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan
memperhatikan keserasian hubungan antar tingkat pemerintahan yang menjadi
pelaksanaan hubungan kewenangan. Hal ini tertuang pada Pasal 11 yang menegaskan
bahwa pemerintah daerah harus
melaksanakan kebijakan dari pemerintah.
Selanjutnya pemerintah daerah juga harus melaksanakan urusan wajib yang menjadi kewenangannya yang antara lain adalah penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sebagaimana tertuang dalam pasal 13 ayat (1) huruf c dan pasal 27 ayat (1) huruf c, disisi lain pasal 27 juga mengatur tentang tugas dan wewenang pemerintah daerah untuk menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah. Dalam hal ini berarti pemerintah daerah harus bekerjasama dengan Kanhan dalam penataan, pembinaan dan penggunaan Komponen Pendukung.
Bersambung.....
Komentar
Posting Komentar