Kekuatan Pendukung
dan Komponen Pendukung dalam Sistem Pertahanan Semesta
Konsepsi komponen pendukung dalam sistem pertahanan
semesta merupakan kristalisasi pengalaman perang kemerdekaan Indonesia.
Merangkum pengalaman perang dan dipadukan dengan kekayaan literatur perangnya,
Nasution dalam konteks perang gerilya menulis: ”......., maka perjuangan ideologi yang hebatlah yang membangkitkan perang
gerilya.” (AH. Nasution, ”Pokok-pokok
Gerilya dan Pertahanan Republik Indonesia di Masa Lalu dan yang Akan Datang”,
cet.-4, Penerbit Angkasa, Bandung, 1980, hlm: 17). Pada uraian di halaman yang
sama selanjutnya Nasution menulis: ”Maka
pemeliharaan semangat, penyuburan ideologi, adalah pula tugas yang utama bagi
sigerilya, terutama untuk memelihara semangat perlawanan rakyat”. Dari
kristalisasi strategis Nasution ini, kunci utama perang semesta adalah dukungan
rakyat, yang rumusan konstitusionalnya menempatkan rakyat sebagai kekuatan
pendukung sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta.
Jika konsepsi kekuatan pendukung Nasution di atas lebih
pada semangat nasionalisme dan bela negara mendukung perang gerilya,
selanjutnya dalam pengelolaan perang yang lebih dipersiapkan, realisasi wujud
kekuatan pendukung itu secara konseptual dilakukan dalam usaha pertahanan
negara. Konsepsi kekuatan pendukung dimaksud dikemukakan oleh TB. Simatupang (”Pelopor dalam Perang pelopor dalam Damai,
Kupasan Mengenai Masalah Pertahanan Negara dan Angkatan Perang”, Djakarta,
Jajasan Pusataka Militer, 1954, hlm: 118 – 120). Setelah menguraikan bagaimana
hubungan kebutuhan tentara tentang kemampuan pengorganisasian, dan dengan
sektor industri untuk mengembangkan membuat senjata, TB. Simatupang menulis: ”Salah satu persoalan jang dihadapi oleh tiap
negara pada waktu ini ialah mengadakan organisasi jang dapat menjamin kerdja
sama jang terus menerus di antara ahli negara, sardjana, militer dan pemimpin
industri”. Dari kalimat ini tergambar pergeseran konsep kekuatan pendukung,
dari konvensional perang gerilya berupa rakyat terlatih menjadi dukungan
intelektual dan konseptual membuat senjata dan menemukan senjata baru dan
lain sebagainya.
Secara konseptual yuridis awal, jabaran konstitusi
kekuatan pendukung dalam sistem pertahanan semesta tertuang dalam Undang-Undang
RI Nomor: 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia.
Pengaturan kekuatan pendukung dalam Undang-Undang itu masih kuat diwarnai oleh
paradigma perang gerilya, sehingga kesiapan kekuatan pendukungnya hanya sebatas kesiapan
sumber daya manusia, sementara sumber daya lainnya dianggap serta merta menjadi
sarana menyertai sumber daya manusia yang mengawakinya.
Konsepsi pengaturan kekuatan
pendukung mulai keluar dari paradigma perang gerilya ketika lahir Undang-Undang
RI Nomor: 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia. Dalam konsepsi Sistem Pertahanan Keamanan
Rakyat Semesta yang diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang ini adalah
tatanan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara, yang terdiri atas
komponen dasar Rakyat Terlatih, komponen utama Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia beserta Cadangan Tentara Nasional Indonesia, komponen khusus
Perlindungan Masyarakat dan komponen pendukung sumber daya alam, sumber daya
buatan dan prasarana nasional, secara menyeluruh, terpadu dan terarah. Di sini
istilah komponen pendukung sudah dikenal dan mereka terdiri dari sumber daya
alam, sumber daya buatan, dan sarana prasarana, yang dikelola untuk mendukung
komponen pertahanan negara.
Pada perkembangan selanjutnya, terdorong oleh
reformasi 1998, konsepsi kekuatan pendukung mulai disistimatisasi dalam
paradigma universalisme, yang menseparasikan secara ketat antara kombatan dan
nonkombatan. Realisasi pengaturannya dituangkan dalam Undang-Undang RI Nomor: 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yakni berupa dukungan segenap warga
negara dan sumber daya nasional, yang distrukturkan sebagai kekuatan komponen
pendukung yang dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan
komponen cadangan. Pengaturan Undang-Undang RI Nomor: 3 Tahun 2002 tentang
komponen pertahanan negara hanya menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI)
sebagai kombatan alias menjadi komponen utama. Di luar TNI adalah komponen
cadangan dan komponen pendukung, di mana komponen cadangan menjadi kombatan
ketika dimobilisasi dan komponen pendukung bersifat nonkombatan.
Komentar
Posting Komentar