Postingan

Uang Rakyat yang Tertidur: Ketika Amanah Mengendap di Bank Komersial

Gambar
Oleh: K.D. Andaru Nugroho *)   UANG RAKYAT YANG TAK BEKERJA Ketika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengonfirmasi bahwa terdapat Rp285,6 triliun dana pemerintah yang mengendap di bank komersial per Agustus 2025, publik terhenyak. Angka ini naik dari posisi Desember 2024. Uang sebesar itu — yang semestinya menggerakkan pembangunan, subsidi, dan pelayanan publik — justru tertidur di rekening perbankan. Fenomena ini bukan sekadar anomali fiskal, melainkan potret buram tata kelola keuangan negara. Ia menimbulkan serangkaian pertanyaan mendasar: bagaimana uang sebesar itu bisa “terlupa” di bank komersial? Apakah ini kelalaian sistem atau kesengajaan yang dibungkus prosedur? Dan yang paling penting — siapa yang diuntungkan dari uang yang tak bekerja ini? Kasus ini menguji kejujuran pemerintah terhadap amanah publik. Sebab uang rakyat yang mengendap adalah pembangunan yang tertunda, harapan yang menggantung, dan kepercayaan yang terkikis.   MENGAPA DANA PUBLIK MENG...

Reformasi POLRI 2025

  "Misteri Dua Tim Reformasi Polri: Membaca dari Kacamata Kebijakan Publik dan Teori Organisasi" Oleh: K. D. Andaru Nugroho *) Dua Tim dalam Satu Lembaga Reformasi Polri kembali menjadi sorotan publik setelah Presiden menunjuk mantan Wakapolri Komjen (Purn) Dofiri untuk membentuk Tim Reformasi Polri. Penunjukan ini dianggap sebagai jawaban atas tuntutan 17+8 yang mengemuka di tengah gelombang kritik terhadap institusi kepolisian. Namun, di saat publik masih menunggu pembentukan tim yang dipimpin Dofiri, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo justru mengumumkan pembentukan Tim Reformasi Internal Polri beranggotakan 52 jenderal aktif. Fenomena ini segera memunculkan pertanyaan: mengapa harus ada dua tim reformasi di tubuh Polri, dan apa implikasinya terhadap proses perubahan yang dijanjikan? Di balik hiruk-pikuk politik dan sorotan media, dua tim reformasi ini ibarat cermin yang memantulkan wajah Polri hari ini. Ada kesan ketergesaan, ada pula aroma persaingan kewenangan a...

DPR DISOROT, POLISI DISALAHKAN, TNI DIINGATKAN, PARTAI DIPERTANYAKAN

Gambar
  DPR DISOROT, POLISI DISALAHKAN, TNI DIINGATKAN, PARTAI DIPERTANYAKAN Menafsir Tuntutan 17+8, Krisis Kepercayaan Publik, dan Dua Peristiwa Pemicu Demonstrasi oleh: K. D. Andaru Nugroho * Demonstrasi mahasiswa kembali merebak. Kali ini, api protes dipicu oleh dua peristiwa yang mengusik rasa keadilan publik: tewasnya seorang pengemudi ojek online setelah terlindas mobil taktis polisi, serta polemik kenaikan tunjangan DPR yang dianggap tidak wajar dibanding kondisi riil buruh bergaji UMR. Dari peristiwa inilah lahir tuntutan 17+8 , sebuah daftar panjang yang menjadi peta keresahan publik. Jika ditelusuri, tuntutan itu tidak menyebar merata. DPR disebut dalam 10 poin , TNI 4 poin , sementara polisi dan partai politik masing-masing hanya 2 poin . Jumlah penyebutan yang timpang ini tidak bisa dianggap kebetulan. Ia adalah refleksi bobot masalah yang dianggap paling serius dan paling mendesak untuk dibenahi.   DPR: Pusat Krisis Legitimasi DPR menempati posisi teratas ...

Ketika rezim jadi sasran intelijen asing

  Ketika Rezim Jadi Target: Membaca Pola Intelijen Asing dan Implikasinya bagi Indonesia Oleh: K.D. Andaru Nugroho Bayang-Bayang Operasi Intelijen Asing dalam Sejarah Sejarah politik dunia sering kali ditulis dengan tinta samar, di balik layar diplomasi dan peperangan terbuka. Banyak rezim yang tampak stabil akhirnya tumbang bukan karena invasi militer, melainkan karena operasi intelijen asing yang bekerja senyap. Polanya berulang: sebuah negara dianggap tidak sejalan dengan kepentingan global tertentu, lalu mesin penggulingan mulai dijalankan. Iran pada 1953 adalah salah satu contoh paling klasik. Perdana Menteri Mohammad Mossadegh yang berani menasionalisasi minyak, akhirnya dijatuhkan melalui kombinasi propaganda, pembelian loyalitas elit, hingga pengerahan massa. Di Chili, Presiden Salvador Allende diguncang krisis politik-ekonomi hingga akhirnya digulingkan junta militer pada 1973. Ukraina 2014 pun memperlihatkan pola serupa, ketika protes rakyat bercampur dengan dukungan asi...

Peningkatan Status Komponen Pendukung

  “ Peningkatan Status Komponen Pendukung Menjadi Komponen Cadangan: Pilar Penguatan Pertahanan Negara Semesta ” Oleh: K. D. Andaru Nugroho Pendahuluan Dalam sistem pertahanan negara yang bersifat semesta, setiap warga negara dan segenap sumber daya nasional memiliki kedudukan strategis untuk berkontribusi dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah. Konsep pertahanan semesta tidak hanya menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai garda utama, tetapi juga melibatkan unsur cadangan dan pendukung yang terorganisasi. Di tengah meningkatnya kompleksitas ancaman militer dan hibrida—yang mencakup serangan fisik, siber, ekonomi, hingga disinformasi—penguatan daya tangkal nasional membutuhkan sinergi lintas unsur secara menyeluruh dan terencana. Komponen Pendukung (Komduk) merupakan salah satu elemen vital dalam struktur pertahanan negara. Komduk tidak terbatas pada sumber daya manusia saja, melainkan mencakup juga sumber daya alam strategis, sumber daya buatan, serta sarana da...