PEMIKIRAN AWAL
MEMBANGUN RUMPUN JABATAN FUNGSIONAL PERTAHANAN
MEMANTAPKAN FUNGSI
PERTAHANAN
Oleh : Letkol CAJ K.
D. Andaru Nugroho, S.Sos., M.Si.*)
Prolog
Tidak berbeda dengan kondisi itu, di
sektor pertahanan, bangsa ini baru menyadari betapa lemahnya perhatian terhadap
strategi pertahanan bahari setelah terjadi kasus Ambalat. Strategi pertahanan
bahari belum dapat diandalkan. Minimnya sarana dan prasarana dalam mendukung
strategi bahari dalam kasus Ambalat,
telah menyentakkan bangsa ini perlunya strategi pertahanan yang memadai.
Dalam kasus yang berbeda di era
reformasi ini timbul topik bahasan bahwa Departemen Pertahanan adalah
departemen sipil. Topik ini sebenarnya tidak proporsional dan hanya menjadi
reaksi akibat pekat kabut historis yang menyelimutinya. Pertahanan adalah
fungsi pemerintah, sehingga Departemen Pertahanan adalah departemen pemerintah
yang melaksanakan fungsi pertahanan.
Fakta itu masih dapat ditambah
dengan masih sempitnya masyarakat dan mungkin bangsa ini dalam memahami
pertahanan yang selalu terfokus semata-mata fungsi TNI. Harus dipahami
pertahanan memiliki dimensi sangat luas dan secara konsepsional sesungguhnya
hal itu sudah menjadi kebijakan pertahanan. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 1, Butir 2, dituangkan bahwa sistem
pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang
melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya,
serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara
total, terpadu, terarah dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
Tiga Ilustrasi di atas menggambarkan
bagaimana fungsi pertahanan belum dipahami dan masih belum mantap. Setelah
sekian lama Departemen Pertahanan mengemban fungsinya, hal-hal mendasar seperti
yang dikemukakan di atas masih terjadi. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah mengapa
belum nampak implementasi konsepsional untuk menggugah perlunya pemantapan fungsi
pertahanan, agar lahir kebijakan yang dapat mengikis berbagai permasalahan
pertahanan seperti yang dikemukakan di atas?
Banyak hal yang menyebabkannya, salah
satunya adalah masih rendahnya kualitas dan kuantitas kajian terhadap fungsi dan
kebijakan pertahanan, yang dapat dijadikan landasan berpikir dalam merumuskan kebijakan
pertahanan dan implementasinya. Sebagai akibatnya, program-program yang
dilaksanakan belum komprehensif mengimplementasikan kebijakan pertahanan. Berbagai
permasalahan yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa kebijakan dan implementasinya
belum dapat mengatasi permasalahan riil perahanan. Masih terdapat kesenjangan
antara kondisi permasalahan riil pertahanan dengan kebijakan dan implementasi
untuk mengatasi pemasalahan tersebut.
Menyadari hal itu, membangun rumpun
jabatan fungsional pertahanan adalah langkah strategis untuk memantapkan fungsi
pertahanan. Dengan adanya rumpun jabatan fungsional dapat dipastikan kajian
tentang fungsi pertahanan dan implementasi kebijakannya akan meningkat, semakin
luas, dan dalam, yang dapat dipergunakan sebagai bahan dasar kebijakan pertahanan
dan implementasinya. Hal ini dapat diasumsikan karena jabatan fungsional adalah
kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang
Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan
tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat
mandiri.
Namun tidak berarti hal itu menafikan
peran jabatan struktural dalam memantapkan fungsi pertahanan. Duo jabatan
fungsional dan jabatan struktural adalah dua sisi dalam satu mata uang
memantapkan fungsi pertahanan. Permasalahannya, di samping kerangka kebijakan
dan implementasi yang dikeluarkan tidak berdasarkan kajian permasalahan
strategis pertahanan yang memadai, jabatan struktural pada kenyataannya
terjebak dalam permasalahan-permasalahan birokratis kebijakan, sehingga
kebijakan dan implementasinya pun kurang optimal kontribusinya dalam memantapkan
fungsi pertahanan.
Rumpun jabatan Fungsional Pertahanan
Seperti dikemukakan di atas, jabatan
fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang
dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu
serta bersifat mandiri. Jabatan fungsional diadakan dan ditetapkan dengan
pertimbangan perlunya pengembangan profesionalisme dan pembinaan karier Pegawai
Negeri Sipil serta peningkatan mutu pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan
Dalam rangka
mencapai tujuan nasional, dibutuhkan adanya Pegawai Negeri Sipil dengan mutu
profesionalisme yang memadai, berdayaguna dan berhasilguna di dalam
melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Untuk mewujudkan Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud di atas, dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1974 dinyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil perlu dibina dengan sebaik-baiknya
atas dasar sistem karier dan sistem prestasi kerja.
Salah satu muatan
di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 yang selanjutnya dijabarkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 menyatakan bahwa dalam rangka usaha
pembinaan karier dan peningkatan mutu profesionalisme, diatur tentang
kemungkinan bagi Pegawai Negeri Sipil untuk menduduki jabatan fungsional.
Peraturan Pemerintah ini dimaksud untuk mengatur pembinaan Pegawai Negeri Sipil
yang menduduki jabatan fungsional yang di dalamnya memuat antara lain kriteria
tentang jabatan fungsional dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pegawai
Negeri Sipil yang akan diangkat untuk menduduki jabatan fungsional. Selain itu
diatur pula ketentuan tentang jenjang jabatan serta tata cara penilaian
prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional.
Dengan demikian diharapkan bahwa adanya
jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil dapat dipacu mutu profesionalismenya
melalui pembinaan karier yang berorientasi pada prestasi kerja, sehingga tujuan
untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparatur Negara yang berdayaguna
dan berhasilguna di dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan
dapat tercapai. Peningkatan mutu profesionalisme menjadi sasaran strategis dari
adanya jabatan fungsional. Sasaran itu dicapai melalui pembinaan karier yang
berorientasi pada prestasi kerja.
Dengan kerangka
berpikir demikian itu, maka terdapat kekosongan dalam pembinaan Pegawai Negeri
Sipil di Departemen Pertahanan dalam mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang
berhasil guna dan berdaya guna dengan peningkatan profesionalime yang
berorientasi pada prestasi kerja. Pada kenyataannya jabatan fungsional
pertahanan tidak ada di lingkungan Departemen Pertahanan. Di Departemen
Pertahanan yang ada adalah tenaga fungsional yang pembinaan karirnya tidak terpola
dan tidak berdasarkan prestasi kerja. Tenaga fungsional seperti itu bukanlah
jabatan fungsional. Kriteria jabatan fungsional adalah sebagaimana tertuang
dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil :
a. Mempunyai
metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas
disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan teknis tertentu dengan
sertifikasi;
b. Memiliki
etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
c. Dapat
disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan :
1) Tingkat
keahlian bagi jabatan fungsional keahlian;
2) Tingkat
ketrampilan bagi jabatan fungsional ketrampilan;
d. Pelaksanaan
tugas bersifat mandiri;
e. Jabatan fungsional tersebut diperlukan
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.
Jabatan
fungsional yang ada di Departemen Pertahanan adalah jabatan fungsional lain
untuk mendukung fungsi pertahanan, seperti peneliti, auditor, dan widyaiswara,
dan terbanyak justru jabatan fungsional ketrampilan pada rumpun jabatan
fungsional arsiparis dan pranata komputer. Jabatan fungsional ketrampilan
adalah kedudukan yang mengunjukkan tugas yang mempergunakan prosedur dan teknik
kerja tertentu, serta dilandasi kewenangan penanganan berdasarkan sertifikasi
yang ditentukan.
Jabatan fungsional
yang dibutuhkan untuk dapat memantapkan fungsi pertahanan adalah jabatan fungsional
yang benar-benar dalam rumpun jabatan fungsional pertahanan, bukan jabatan
fungsional lain. Rumpun jabatan fungsional adalah kumpulan jabatan berjenjang
yang terdiri dari jabatan fungsional keahlian dan rumpun jabatan ketrampilan.
Sedangkan jabatan fungsional keahlian adalah kedudukan yang menunjukkan tugas
yang dilandasi oleh pengetahuan, metodologi dan teknis analisis yang didasarkan
atas disiplin ilmu yang bersangkutan dan/atau berdasarkan sertifikasi yang
setara dengan keahlian dan ditetapkan berdasarkan akreditasi tertentu.
Melihat definisi rumpun
jabatan fungsional dan penjejangannya tersebut, dalam membangun rumpun jabatan
fungsional pertahanan diperlukan kajian mendalam berkaitan dengan kerangka
keilmuan yang mendasari fungsi pertahanan. Kerangka keilmuan terdekat dengan
fungsi pertahanan adalah ilmu militer, ilmu manajemen strategis, dan ilmu
politik. Dalam kerangka ketiga ilmu tersebut dikaji untuk dapat memunculkan rumpun
jabatan fungsional pertahanan, mengiringi kajian fungsi pertahanan itu sendiri.
Dalam hal ini
harus dipahami ilmu pertahanan ansich
pun bukanlah ilmu militer semata. Ilmu militer hanyalah sebagian dari disiplin
ilmu yang dikaji dalam merumuskan rumpun jabatan fungsional pertahanan.
Bukankah perang adalah diplomasi dalam bentuk lain. Dengan kata lain perang hanyalah
salah satu jalan mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan
keselamatan negara dan bangsa. Untuk itu dalam membangun rumpun jabatan fungsional
pertahanan harus dikaji ilmu-ilmu lain yang terdekat dengan fungsi pertahanan,
sehingga diperoleh rumpun jabatan fungsional pertahanan yang komprehensif.
Dalam rumpun jabatan fungsional pertahanan, jabatan fungsional yang berkaitan
dengan militer adalah salah satu jenis dari rumpun jabatan fungsional
pertahanan.
Pemikiran Dasar dalam Membangun Jabatan Fungsional Pertahanan
Seperti yang dikemukakan di atas,
permasalahan dasar kebijakan pertahanan dan implementasnya tidak dilandasi oleh
kajian strategis fungsi yang kuat, sehingga jabaran kebijakan dan
implementasinya juga lemah. Sebagai akibat dari hal itu terdapat ketimpangan
aksentuasi kebijakan pertahanan dan implementasinya. Kalau dilihat dari segi
anggaran, terdapat ketimpangan anggaran dari unit organisasi pelaksana fungsi
pertahanan. Money can talk, sehingga
dari gambaran kebijakan anggaran itu dapat dibaca adanya ketimpangan penjabaran
fungsi sebagai akibat ketimpangan pemahaman fungsi, sehingga dalam berjalannya
fungsi tidak terlahir langkah kebijakan dan implementasi yang strategis dan
komprehensif pertahanan. Akibat dari kondisi ini masyarakat tidak pernah merasakan,
apalagi memahami tentang pentingnya pertahanan, sehingga ia tidak terbangun
secara proporsional sense of defence dan kesadaran bela negara (state defence awareness). Berbagai kebijakan dan implementasi
pertahanan dilaksanakan selama ini tidak cukup memadai untuk membangun masyarakat
yang memiliki kesadaran bela negara, dihadapkan dengan mind set yang sudah terbangun akibat pengalaman sejarahnya.
Dalam memantapkan fungsi pertahanan,
sense of defence, kesadaran bela
negara memiliki arti strategis, mengingat
sifat semesta pertahanan negara. Ukuran keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan
pertahanan adalah jika segenap aspek dan komponen masyarakat melekat dalam
dirinya kesadaran bela negara demi kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa dan
negara. Sekali lagi ukuran ini jangan dilihat seperti pada kasus Ambalat.
Ukuran ini harus dilihat dari segala aspek dalam dinamika kebijakan yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.
Mantapnya fungsi pertahanan berarti
semakin terdukungnya kebijakan pertahanan dan implementasinya oleh segenap
komponen masyarakat. Masyarakat menjadi orientasi kebijakan umum memantapkan
fungsi pertahanan. Bukankah kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Tahun 2004 – 2005, dalam ”Strategi Pembangunan Indonesia” yang
mengiringi ”Strategi Penataan Kembali Indonesia”, adalah pemenuhan hak dasar
rakyat ? Dalam konteks fungsi pertahanan, hak rakyat untuk membela negara harus
dapat dipenuhi pula.
Dalam Pasal 30 Ayat (1) Undang
Undang Dasar 1945 disuratkan bahwa ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara adalah hak dan kewajiban tiap-tiap warga negara. Lebih luas lagi,
disuratkan dalam Pasal 27 Ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 bahwa setiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Dari dua
kerangka pasal konstitusi dasar tersebut jelas bahwa pertahanan negara dan bela
negara adalah hak dan kewajiban setiap warga negara yang pelayanannya untuk
pertahanan negara dilaksanakan oleh fungsi pertahanan. Dalam kerangka ini,
lebih luas fungsi pertahanan negara jangkauannya jika dilihat bahwa amandemen konstitusi
dasar telah memindahkan perihal hak dan kewajiban dalam upaya pembelaan negara dari
Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, ke Bab X tentang Warga Negara
dan Penduduk. Dengan amandemen perihal bela negara pada konstitusi dasar
tersebut, maka fungsi penting pertahanan harus dapat membangun kesadaran bela
negara seluruh warga negara, berdasarkan kebijakan dan strategi yang tepat.
Dengan demikian jangkauan fungsi
pertahanan sangatlah luas, yakni seluruh warga negara. Dalam rangka memantapkan
fungsinya untuk dapat mengemban tugas yang demikian besar dan berat, jabatan
fungsional berperan strategis untuk dapat menjangkau kajian terhadap fungsi dan
kebijakan pertahanan berlandaskan filosofi strategi pemenuhan hak-hak rakyat.
Jabatan fungsional dalam melaksanakan tugasnya bersifat mandiri dan relatif
lebih luwes dan dapat luas dalam mengkaji. Demikian juga mengingat dasar metode
dan analisisnya tidak semata-mata birokratis, dan lebih bersandar pada profesionalisme
dan etika profesi, menjadikan kajiannya tidak bernuansa kepentingan, tetapi dalam
bingkai kebijakan pemerintah dan negara demi pemenuhan hak rakyat untuk membela
negara.
Mengingat keunggulannya itu, maka
diharapkan jabatan fungsional pertahanan dapat lebih melihat secara obyektif
berbagai permasalahan pertahanan, dihadapkan dengan kondisi keindonesiaan dan
kecenderungan global. Keunggulan ini akan memperkaya dimensi kajiannya,
sehingga hasilnya dapat lebih mendekati kepada permasalahan riil pertahanan.
Ujung-ujungnya, kajian yang sudah mendekati permasalahan riil itu, jika hasilnya
dipakai sebagai dasar kebijakan akan lebih menyentuh dan mendekati pemecahan
permasalahan nyata yang diharapkan dari fungsi pertahanan.
Membangun Rumpun Jabatan Fungsional Pertahanan Memantapkan Fungsi
Pertahanan
Pemikiran awal yang melekat dalam
membangun rumpun jabatan fungsional adalah terlebih dahulu dipahami bahwa dimensi fungsi
pertahanan sangatlah luas. Lekatnya pemahaman itu akan mengarahkan setiap langkah
dalam merumuskan rumpun jabatan fungsional pertahanan secara menyeluruh,
berdimensi luas sehinga dapat menjangkau seluruh dimensi fungsi pertahanan. Jika
tercerabut pemahaman itu, rumusan rumpun jabatan fungsional akan kembali ke paradigma
kabut sejarah yang memandang sempit fungsi pertahanan. Artinya, rumpun jabatan
fungsional pertahanan yang lahir akan terjebak pada fungsi militer semata. Dimensi
pertahanan dalam merumuskan rumpun jabatan fungsional tetap mengacu pada kesemestaan
sifat pertahanan negara. Terlalu berat beban TNI dan terjadi salah sasaran,
jika fungsi pertahanan hanya dibebankan kepadanya. Ancaman yang dihadapi oleh
sistem pertahanan negara tidak semata-mata ancaman militer, tetapi juga ancaman
non militer yang tidak mungkin dihadapi oleh TNI.
TNI sendiri menyadari bahwa hubungan
rakyat dan TNI adalah bagaikan ikan dengan air. Kalau kemudian ikannya sehat
tetapi airnya pekat dan kotor, otomatis ikannya akan terbawa tidak sehat. Oleh
sebab itu dalam membangun rumpun jabatan fungsional pertahanan harus
diperhatikan agar air (baca : rakyat) dapat menjadi habitat yang sehat bagi
berkembangnya ikan (baca : TNI). Habitat
yang sehat adalah rakyat yang memiliki state
defence awareness yang tinggi. Rumpun jabatan fungsional pertahanan harus
memikirkan juga bagaimana kajiannya dapat menjadi landasan kebijakan pertahanan
dan implementasinya, mewujudkan rakyat yang memiliki komitmen terhadap pertahanan
negara sekaligus membangun TNI yang profesional.
Oleh sebab itu warna dasar yang akan
menghiasi lahirnya jenis jabatan fungsional pertahanan pembentuk mozaik rumpun
jabatan fungsional pertahanan, akan merupakan warna yang seimbang dan dalam
komposisi yang tepat antara mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran bela
negara yang tinggi dan TNI yang profesional. Rumpun jabatan fungsional yang
dilahirkan dengan komposisi warna demikian itu terdiri dari jabatan fungsional yang
membangun kerangka kajian permasalahan membina masyarakat dan jabatan
fungsional yang membangun kerangka kajian permasalahan TNI yang profesional, serta
jabatan fungsional yang membangun kajian strategis kebijakan pertahanan yang
menghubungkan kedua kerangka kajian pertama. Jenis jabatan fungsional yang
menjadi bagian dari mozaik rumpun jabatan fungsional pertahanan adalah jenis
jabatan fungsional yang membidangi pembinaan potensi pertahanan, pembinaan
profesionalisme TNI dan pembinaan strategi pertahanan.
Selanjutnya jika keluasan dan
kedalaman fungsi pertahanan serta komposisi mozaik rumpun jabatan fungsional
itu sudah dipahami, kerangka waktu dan materi bahasan untuk melahirkan rumpun
jabatan fungsional itu harus terukur dan terarah. Dengan kata lain
sasaran dan kerangka waktu terwujudnya rumpun jabatan fungsional pertahanan
harus jelas. Untuk memetakannya, rencana strategis harus dilahirkan.
Di sisi
lain yang lebih penting, keinginan yang kuat untuk membangun rumpun jabatan
fungsional memantapkan fungsi pertahanan harus dimiliki oleh segenap pengampu
fungsi pertahanan. Hambatan psikologis manajemen, seperti prosedur yang rumit
dan kerangka waktu yang panjang harus disingkirkan. Yang penting adalah langkah
nyata, seperti yang dikemukakan oleh AA. Gym, mulai dari hal yang kecil, mulai
dari diri sendiri dan mulai sekarang, menjadi landasan kerja penyusunan bangunan
rumpun jabatan fungsional yang dimulai dari membuat rencana strategis membangun
rumpun jabatan fungsional pertahanan. Tanpa menghilangkan hambatan psikologis
ini, sulit untuk melangkah menyusun rencana strategis membangun rumpun jabatan
fungsional pertahanan.
Melalui rencana strategis,
langkah-langkah pencapaian tujuan dan sasaran terpetakan, kerangka waktu
menjadi kendali dan yang lebih penting adalah langkah nyata telah diayunkan.
Dengan peta yang jelas, jalan menuju tujuan terwujudnya rumpun jabatan
fungsional pertahanan terpampang jelas. Dengan kerangka waktu yang terukur
diperoleh efisiensi sumber daya menuju terwujudnya rumpun jabatan fungsional
pertahanan. Sementara dengan langkah nyata yang sudah terayunkan, momentum
terwujudnya rumpun jabatan fungsional pertahanan dapat diperoleh. Akhirnya,
untuk mendorong percepatannya, komitmen dan kebijakan yang kuat dari Menteri
tentu harus dilahirkan. Tanpa komitmen kuat dari pimpinan tertinggi pengampu
fungsi pertahanan, sulit terwujud dan menjadi semakin besar tantangan untuk
melahirkan rumpun jabatan fungsional pertahanan.
Pemikiran Awal Rencana Strategis Membangun Rumpun Jabatan Fungsional
Pertahanan dan Permasalahannya
Mengacu pada Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 1994 dan dihadapkan dengan fungsi pertahanan, visi rencana
strategis membangun rumpun jabatan fungsional pertahanan adalah
Terwujudnya rumpun
jabatan fungsional pertahanan yang mampu mengembangkan profesionalisme dan
pembinaan karier pegawai, serta meningkatkan mutu pelaksanaan tugasnya, guna
membentuk pegawai Departemen Pertahanan sebagai Aparatur Negara yang berdaya
guna dan berhasil guna, dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan di bidang pertahanan.
Karakteristik fungsi pertahanan
berbeda dengan karakterisitik fungsi pemerintahan yang lain, yang membawa
konsekwensi pada jenis pegawai pengampu fungsi pertahanan. Sebagai akibatnya, komposisi
pegawai negeri Departemen Pertahanan berbeda dengan komposisi pegawai negeri
Departemen lain. Karakateristik fungsi pertahanan yang juga menyangkut fungsi
militer, mengakibatkan adanya pegawai militer di lingkungan Departemen
Pertahanan. Untuk itu rumpun jabatan fungsional pertahanan yang akan disusun
diperuntukkan tidak hanya Pegawai Negeri Sipil, tetapi juga pegawai militer,
sehingga dalam rumusan visinya ditujukan kepada pegawai.
Dalam rangka menyusun rumpun jabatan
fungsional, komposisi pegawai yang khas ini membawa berbagai permasalahan.
a.
Belum ada pengaturan jabatan fungsional militer, yang ada
adalah Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 yang hanya mengatur jabatan
fungsional Pegawai Negeri Sipil.
b.
Dengan komposisi pegawai dan karakteristik fungsi
pertahanan tersebut di atas, apakah akan ditempuh kekhususan dalam
penjabatannya. Dengan pertanyaan lain, apakah terdapat jenis jabatan fungsional
pertahanan yang hanya diperuntukkan militer, atau hanya dapat dijabat oleh
Pegawai Negeri Sipil, atau bahkan dapat dijabat baik Pegawai Neheri Sipil dan
militer ?
c.
Apakah dalam rumpun jabatan fungsional pertahanan juga
diatur jabatan fungsional di lingkungan TNI ?
d.
Akar dari permasalahan tersebut adalah apakah dalam
pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pertahanan,
militer termasuk dalam fungsi pertahanan ?
Untuk mendapatkan misi yang
komprehensif dalam menyusun rumpun jabatan fungsional pertahanan, dua
permasalahan terakhir harus dipecahkan. Tetapi jika akan diselesaikan secara parsial, maka cukup
dua permasalahan pertama di atas yang harus dipecahkan terlebih dahulu. Namun
terlepas dari permasalahan-permasalahan tersebut, dapat dikemukakan misi
jabaran dari visi dalam rencana strategis membangun rumpun jabatan fungsional
pertahanan sebagai berikut :
a.
Menginisiasi Peraturan Pemerintah tentang jabatan
fungsional militer
b.
Melaksanakan kajian terhadap fungsi pertahanan untuk
melahirkan bidang dan kedalaman yang dipakai sebagai landasan penyusunan rumpun
jabatan fungsional pertahanan.
c.
Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait dengan penyusunan
jabatan fungsional untuk mendapatkan esensi dan prosedur serta legalitas
d.
Melaksanakan koordinasi dengan lingkungan akademis terkait
untuk kedalam analisis akademis dan profesionalismenya.
e.
Menyusun dan menjabarkan rumpun jabatan fungsional
pertahanan.
f.
Memfasilitasi lahirnya organisasi profesi pertahanan dan
menyusun etika profesinya, serta mendorong lahirnya rumusan metode, teknik
analisis dan prosedur kerja bidang kajian pertahanan
Memperhatikan misi yang terurai di
atas, hal yang paling berat dalam mewujudkan rumpun jabatan fungsional pertahanan
adalah membangun kerangka keilmuan dan profesi pertahanan. Kedua hal tersebut
menjadi kunci untuk lahirnya landasan keilmuan
dan profesi pertahanan bagi rumpun jabatan fungsional pertahanan. Untuk
tantangan berat itu, jika dimungkinkan dapat ditempuh kebijakan politis dengan
argumentasi yang rasional yang dapat dipahami oleh pejabat atau instansi
berwenang dalam penyusunan jabatan fungsional.
Tetapi jika kebijakan politis itu
tidak dapat dilahirkan, sebenarnya potensi landasan keilmuan dan profesi
pertahanan sudah dimiliki untuk melahirkan rumpun jabatan fungsional pertahanan.
Lebih dari 20 tahun Departemen Pertahanan cq. Ditjen Kuathan (dahulu ditangani
oleh Ditjen Persmanvet) mengembangkan kerjasama dengan Universitas Indonesia
dan Universitas Gadjah Mada serta Depdiknas dan Lemhannas, menyelenggarakan
Program Strata 2 Pengkajian Ketahanan Nasional.
Alumni dari Program Strata 2 Pengkajian Ketahanan Nasional juga telah
membentuk organisasi profesi dengan nama Himpunan Alumni Studi Ketahanan
Nasional (HASTANAS) dan sudah memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
sejak tahun 2002. Potensi ini dapat
dikembangkan menjadi landasan keilmuan dan landasan profesi rumpun jabatan
fungsional pertahanan.
Setelah permasalahan landasan
keilmuan dan profesi terpecahkan, langkah selanjutnya adalah sudah berada dalam
lingkup kewenangan Departemen Pertahanan dan instansi terkait dengan penyusunan
jabatan fungsional. Sepanjang prosedur birokratis yang ditetapkan ditempuh, dan
pengkajian untuk menjabarkan fungsi pertahanan melahirkan rumpun jabatan
fungsional pertahanan telah dilakukan secara mendalam, maka penyelesaian penyusunannya
relatif lebih mudah.
Epilog
Kebijakan dan implementasinya harus
didasari oleh kajian yang luas dan dalam terhadap permasalahan yang akan
diatasi oleh suatu kebijakan. Untuk itu kajian yang luas dan dalam serta
profesional terhadap suatu permasalahan yang melandasi kebijakan dan
implementasinya, harus dilakukan. Mekanisme kajian secara struktural melalui
pelaksanaan fungsi oleh jabatan struktural dengan laporan dan evaluasi, kurang
memadai untuk melahirkan kebijakan yang komprehensif. Mekanisme seperti itu
terlalu birokratis dan memiliki hambatan psikologis kewenangan. Perlu dilakukan
kajian yang inten dan mandiri, agar hasil kajiannya dapat obyektif dan
mendekati permasalahan yang sebenarnya.
Melaksanakan kajian seperti itu
salah satunya dapat dilakukan oleh jabatan fungsional. Jabatan fungsional
adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu
serta bersifat mandiri. Dasar keahlian dan kemandirian dengan disemangati pembinaan
karir melalui prestasi kerja, menjadi jaminan kinerja yang optimal dalam
jabatan fungsional mengkaji permasalahan sebagai bahan dasar perumusan
kebijakan dan implementasinya.
Mengingat karakteristik jabatan fungsional dan kinerja
yang dijanjikan, rumpun jabatan fungsional pertahanan sangat strategis untuk
dapat memantapkan fungsi pertahanan. Untuk langkah nyata merumuskan jabatan
fungsional pertahanan sebuah rencana strategis membangun rumpun jabatan
fungsional pertahanan adalah hal yang mendesak yang dilandasi percepatannya
oleh komitmen seluruh pengampu fungsi pertahanan untuk mewujudkannya demi
mantapnya fungsi pertahanan dalam kedudukanya sebagai fungsi pemerintah.
*)Naskah ini pernah dimuat di Majalah Wira tahun 2005
Komentar
Posting Komentar