PEMIKIRAN AWAL
MEMBANGUN RUMPUN JABATAN FUNGSIONAL PERTAHANAN
MEMANTAPKAN FUNGSI PERTAHANAN

Oleh : Letkol CAJ K. D. Andaru Nugroho, S.Sos., M.Si.*)



Prolog

Indonesia adalah negara bahari dengan wilayah laut mencapai 80 % dari seluruh wilayahnya. Rangkaian pulau-pulau yang disebut sebagai Nusantara menunjukkan fakta geografis Indonesia yang dikelilingi laut. Fakta ini tentunya membawa konsekwensi seluruh kebijakan pemerintahan, harus mempertimbangkan kondisi geografis yang khas bahari ini. Langkah-langkah terencana untuk membangun kebijakan pemerintah yang berorientasi bahari harus menjadi agenda awal dan utama dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Namun faktanya hal itu tidak terjadi. Baru pada beberapa tahun terakhir ini hal itu diaksentuasikan dengan lahirnya Departemen Kelautan dan Perikanan.

Tidak berbeda dengan kondisi itu, di sektor pertahanan, bangsa ini baru menyadari betapa lemahnya perhatian terhadap strategi pertahanan bahari setelah terjadi kasus Ambalat. Strategi pertahanan bahari belum dapat diandalkan. Minimnya sarana dan prasarana dalam mendukung strategi bahari  dalam kasus Ambalat, telah menyentakkan bangsa ini perlunya strategi pertahanan yang memadai.

Dalam kasus yang berbeda di era reformasi ini timbul topik bahasan bahwa Departemen Pertahanan adalah departemen sipil. Topik ini sebenarnya tidak proporsional dan hanya menjadi reaksi akibat pekat kabut historis yang menyelimutinya. Pertahanan adalah fungsi pemerintah, sehingga Departemen Pertahanan adalah departemen pemerintah yang melaksanakan fungsi pertahanan.

Fakta itu masih dapat ditambah dengan masih sempitnya masyarakat dan mungkin bangsa ini dalam memahami pertahanan yang selalu terfokus semata-mata fungsi TNI. Harus dipahami pertahanan memiliki dimensi sangat luas dan secara konsepsional sesungguhnya hal itu sudah menjadi kebijakan pertahanan. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 1, Butir 2, dituangkan bahwa sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.

Tiga Ilustrasi di atas menggambarkan bagaimana fungsi pertahanan belum dipahami dan masih belum mantap. Setelah sekian lama Departemen Pertahanan mengemban fungsinya, hal-hal mendasar seperti yang dikemukakan di atas masih terjadi. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah mengapa belum nampak implementasi konsepsional untuk menggugah perlunya pemantapan fungsi pertahanan, agar lahir kebijakan yang dapat mengikis berbagai permasalahan pertahanan seperti yang dikemukakan di atas?

Banyak hal yang menyebabkannya, salah satunya adalah masih rendahnya kualitas dan kuantitas kajian terhadap fungsi dan kebijakan pertahanan, yang dapat dijadikan landasan berpikir dalam merumuskan kebijakan pertahanan dan implementasinya. Sebagai akibatnya, program-program yang dilaksanakan belum komprehensif mengimplementasikan kebijakan pertahanan. Berbagai permasalahan yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa kebijakan dan implementasinya belum dapat mengatasi permasalahan riil perahanan. Masih terdapat kesenjangan antara kondisi permasalahan riil pertahanan dengan kebijakan dan implementasi untuk mengatasi pemasalahan tersebut.

Menyadari hal itu, membangun rumpun jabatan fungsional pertahanan adalah langkah strategis untuk memantapkan fungsi pertahanan. Dengan adanya rumpun jabatan fungsional dapat dipastikan kajian tentang fungsi pertahanan dan implementasi kebijakannya akan meningkat, semakin luas, dan dalam, yang dapat dipergunakan sebagai bahan dasar kebijakan pertahanan dan implementasinya. Hal ini dapat diasumsikan karena jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri.

Namun tidak berarti hal itu menafikan peran jabatan struktural dalam memantapkan fungsi pertahanan. Duo jabatan fungsional dan jabatan struktural adalah dua sisi dalam satu mata uang memantapkan fungsi pertahanan. Permasalahannya, di samping kerangka kebijakan dan implementasi yang dikeluarkan tidak berdasarkan kajian permasalahan strategis pertahanan yang memadai, jabatan struktural pada kenyataannya terjebak dalam permasalahan-permasalahan birokratis kebijakan, sehingga kebijakan dan implementasinya pun kurang optimal kontribusinya dalam memantapkan fungsi pertahanan.


Rumpun jabatan Fungsional Pertahanan

Seperti dikemukakan di atas, jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. Jabatan fungsional diadakan dan ditetapkan dengan pertimbangan perlunya pengembangan profesionalisme dan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil serta peningkatan mutu pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan

Dalam rangka mencapai tujuan nasional, dibutuhkan adanya Pegawai Negeri Sipil dengan mutu profesionalisme yang memadai, berdayaguna dan berhasilguna di dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud di atas, dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 dinyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil perlu dibina dengan sebaik-baiknya atas dasar sistem karier dan sistem prestasi kerja.

Salah satu muatan di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 yang selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 menyatakan bahwa dalam rangka usaha pembinaan karier dan peningkatan mutu profesionalisme, diatur tentang kemungkinan bagi Pegawai Negeri Sipil untuk menduduki jabatan fungsional. Peraturan Pemerintah ini dimaksud untuk mengatur pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional yang di dalamnya memuat antara lain kriteria tentang jabatan fungsional dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat untuk menduduki jabatan fungsional. Selain itu diatur pula ketentuan tentang jenjang jabatan serta tata cara penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional.

Dengan demikian diharapkan bahwa adanya jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil dapat dipacu mutu profesionalismenya melalui pembinaan karier yang berorientasi pada prestasi kerja, sehingga tujuan untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparatur Negara yang berdayaguna dan berhasilguna di dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat tercapai. Peningkatan mutu profesionalisme menjadi sasaran strategis dari adanya jabatan fungsional. Sasaran itu dicapai melalui pembinaan karier yang berorientasi pada prestasi kerja.

Dengan kerangka berpikir demikian itu, maka terdapat kekosongan dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil di Departemen Pertahanan dalam mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang berhasil guna dan berdaya guna dengan peningkatan profesionalime yang berorientasi pada prestasi kerja. Pada kenyataannya jabatan fungsional pertahanan tidak ada di lingkungan Departemen Pertahanan. Di Departemen Pertahanan yang ada adalah tenaga fungsional yang pembinaan karirnya tidak terpola dan tidak berdasarkan prestasi kerja. Tenaga fungsional seperti itu bukanlah jabatan fungsional. Kriteria jabatan fungsional adalah sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil :

a.         Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi;
b.         Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
c.         Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan :
1)         Tingkat keahlian bagi jabatan fungsional keahlian;
2)         Tingkat ketrampilan bagi jabatan fungsional ketrampilan;
d.         Pelaksanaan tugas bersifat mandiri;
e.         Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.

Jabatan fungsional yang ada di Departemen Pertahanan adalah jabatan fungsional lain untuk mendukung fungsi pertahanan, seperti peneliti, auditor, dan widyaiswara, dan terbanyak justru jabatan fungsional ketrampilan pada rumpun jabatan fungsional arsiparis dan pranata komputer. Jabatan fungsional ketrampilan adalah kedudukan yang mengunjukkan tugas yang mempergunakan prosedur dan teknik kerja tertentu, serta dilandasi kewenangan penanganan berdasarkan sertifikasi yang ditentukan.

Jabatan fungsional yang dibutuhkan untuk dapat memantapkan fungsi pertahanan adalah jabatan fungsional yang benar-benar dalam rumpun jabatan fungsional pertahanan, bukan jabatan fungsional lain. Rumpun jabatan fungsional adalah kumpulan jabatan berjenjang yang terdiri dari jabatan fungsional keahlian dan rumpun jabatan ketrampilan. Sedangkan jabatan fungsional keahlian adalah kedudukan yang menunjukkan tugas yang dilandasi oleh pengetahuan, metodologi dan teknis analisis yang didasarkan atas disiplin ilmu yang bersangkutan dan/atau berdasarkan sertifikasi yang setara dengan keahlian dan ditetapkan berdasarkan akreditasi tertentu.

Melihat definisi rumpun jabatan fungsional dan penjejangannya tersebut, dalam membangun rumpun jabatan fungsional pertahanan diperlukan kajian mendalam berkaitan dengan kerangka keilmuan yang mendasari fungsi pertahanan. Kerangka keilmuan terdekat dengan fungsi pertahanan adalah ilmu militer, ilmu manajemen strategis, dan ilmu politik. Dalam kerangka ketiga ilmu tersebut dikaji untuk dapat memunculkan rumpun jabatan fungsional pertahanan, mengiringi kajian fungsi pertahanan itu sendiri.

Dalam hal ini harus dipahami ilmu pertahanan ansich pun bukanlah ilmu militer semata. Ilmu militer hanyalah sebagian dari disiplin ilmu yang dikaji dalam merumuskan rumpun jabatan fungsional pertahanan. Bukankah perang adalah diplomasi dalam bentuk lain. Dengan kata lain perang hanyalah salah satu jalan mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan negara dan bangsa. Untuk itu dalam membangun rumpun jabatan fungsional pertahanan harus dikaji ilmu-ilmu lain yang terdekat dengan fungsi pertahanan, sehingga diperoleh rumpun jabatan fungsional pertahanan yang komprehensif. Dalam rumpun jabatan fungsional pertahanan, jabatan fungsional yang berkaitan dengan militer adalah salah satu jenis dari rumpun jabatan fungsional pertahanan.
Pemikiran Dasar dalam Membangun Jabatan Fungsional Pertahanan

Seperti yang dikemukakan di atas, permasalahan dasar kebijakan pertahanan dan implementasnya tidak dilandasi oleh kajian strategis fungsi yang kuat, sehingga jabaran kebijakan dan implementasinya juga lemah. Sebagai akibat dari hal itu terdapat ketimpangan aksentuasi kebijakan pertahanan dan implementasinya. Kalau dilihat dari segi anggaran, terdapat ketimpangan anggaran dari unit organisasi pelaksana fungsi pertahanan. Money can talk, sehingga dari gambaran kebijakan anggaran itu dapat dibaca adanya ketimpangan penjabaran fungsi sebagai akibat ketimpangan pemahaman fungsi, sehingga dalam berjalannya fungsi tidak terlahir langkah kebijakan dan implementasi yang strategis dan komprehensif pertahanan. Akibat dari kondisi ini masyarakat tidak pernah merasakan, apalagi memahami tentang pentingnya pertahanan, sehingga ia tidak terbangun secara proporsional  sense of defence dan kesadaran bela negara (state defence awareness). Berbagai kebijakan dan implementasi pertahanan dilaksanakan selama ini tidak cukup memadai untuk membangun masyarakat yang memiliki kesadaran bela negara, dihadapkan dengan mind set yang sudah terbangun akibat pengalaman sejarahnya.

Dalam memantapkan fungsi pertahanan, sense of defence, kesadaran bela negara  memiliki arti strategis, mengingat sifat semesta pertahanan negara. Ukuran keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan pertahanan adalah jika segenap aspek dan komponen masyarakat melekat dalam dirinya kesadaran bela negara demi kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa dan negara. Sekali lagi ukuran ini jangan dilihat seperti pada kasus Ambalat. Ukuran ini harus dilihat dari segala aspek dalam dinamika kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.

Mantapnya fungsi pertahanan berarti semakin terdukungnya kebijakan pertahanan dan implementasinya oleh segenap komponen masyarakat. Masyarakat menjadi orientasi kebijakan umum memantapkan fungsi pertahanan. Bukankah kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004 – 2005, dalam ”Strategi Pembangunan Indonesia” yang mengiringi ”Strategi Penataan Kembali Indonesia”, adalah pemenuhan hak dasar rakyat ? Dalam konteks fungsi pertahanan, hak rakyat untuk membela negara harus dapat dipenuhi pula.

Dalam Pasal 30 Ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 disuratkan bahwa ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara adalah hak dan kewajiban tiap-tiap warga negara. Lebih luas lagi, disuratkan dalam Pasal 27 Ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Dari dua kerangka pasal konstitusi dasar tersebut jelas bahwa pertahanan negara dan bela negara adalah hak dan kewajiban setiap warga negara yang pelayanannya untuk pertahanan negara dilaksanakan oleh fungsi pertahanan. Dalam kerangka ini, lebih luas fungsi pertahanan negara jangkauannya jika dilihat bahwa amandemen konstitusi dasar telah memindahkan perihal hak dan kewajiban dalam upaya pembelaan negara dari Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, ke Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk. Dengan amandemen perihal bela negara pada konstitusi dasar tersebut, maka fungsi penting pertahanan harus dapat membangun kesadaran bela negara seluruh warga negara, berdasarkan kebijakan dan strategi yang tepat.

Dengan demikian jangkauan fungsi pertahanan sangatlah luas, yakni seluruh warga negara. Dalam rangka memantapkan fungsinya untuk dapat mengemban tugas yang demikian besar dan berat, jabatan fungsional berperan strategis untuk dapat menjangkau kajian terhadap fungsi dan kebijakan pertahanan berlandaskan filosofi strategi pemenuhan hak-hak rakyat. Jabatan fungsional dalam melaksanakan tugasnya bersifat mandiri dan relatif lebih luwes dan dapat luas dalam mengkaji. Demikian juga mengingat dasar metode dan analisisnya tidak semata-mata birokratis, dan lebih bersandar pada profesionalisme dan etika profesi, menjadikan kajiannya tidak bernuansa kepentingan, tetapi dalam bingkai kebijakan pemerintah dan negara demi pemenuhan hak rakyat untuk membela negara.

Mengingat keunggulannya itu, maka diharapkan jabatan fungsional pertahanan dapat lebih melihat secara obyektif berbagai permasalahan pertahanan, dihadapkan dengan kondisi keindonesiaan dan kecenderungan global. Keunggulan ini akan memperkaya dimensi kajiannya, sehingga hasilnya dapat lebih mendekati kepada permasalahan riil pertahanan. Ujung-ujungnya, kajian yang sudah mendekati permasalahan riil itu, jika hasilnya dipakai sebagai dasar kebijakan akan lebih menyentuh dan mendekati pemecahan permasalahan nyata yang diharapkan dari fungsi pertahanan.

Membangun Rumpun Jabatan Fungsional Pertahanan Memantapkan Fungsi Pertahanan

Pemikiran awal yang melekat dalam membangun rumpun jabatan fungsional adalah  terlebih dahulu dipahami bahwa dimensi fungsi pertahanan sangatlah luas. Lekatnya pemahaman itu akan mengarahkan setiap langkah dalam merumuskan rumpun jabatan fungsional pertahanan secara menyeluruh, berdimensi luas sehinga dapat menjangkau seluruh dimensi fungsi pertahanan. Jika tercerabut pemahaman itu, rumusan rumpun jabatan fungsional akan kembali ke paradigma kabut sejarah yang memandang sempit fungsi pertahanan. Artinya, rumpun jabatan fungsional pertahanan yang lahir akan terjebak pada fungsi militer semata. Dimensi pertahanan dalam merumuskan rumpun jabatan fungsional tetap mengacu pada kesemestaan sifat pertahanan negara. Terlalu berat beban TNI dan terjadi salah sasaran, jika fungsi pertahanan hanya dibebankan kepadanya. Ancaman yang dihadapi oleh sistem pertahanan negara tidak semata-mata ancaman militer, tetapi juga ancaman non militer yang tidak mungkin dihadapi oleh TNI.

TNI sendiri menyadari bahwa hubungan rakyat dan TNI adalah bagaikan ikan dengan air. Kalau kemudian ikannya sehat tetapi airnya pekat dan kotor, otomatis ikannya akan terbawa tidak sehat. Oleh sebab itu dalam membangun rumpun jabatan fungsional pertahanan harus diperhatikan agar air (baca : rakyat) dapat menjadi habitat yang sehat bagi berkembangnya ikan (baca : TNI). Habitat yang sehat adalah rakyat yang memiliki state defence awareness yang tinggi. Rumpun jabatan fungsional pertahanan harus memikirkan juga bagaimana kajiannya dapat menjadi landasan kebijakan pertahanan dan implementasinya, mewujudkan rakyat yang memiliki komitmen terhadap pertahanan negara sekaligus membangun TNI yang profesional.

Oleh sebab itu warna dasar yang akan menghiasi lahirnya jenis jabatan fungsional pertahanan pembentuk mozaik rumpun jabatan fungsional pertahanan, akan merupakan warna yang seimbang dan dalam komposisi yang tepat antara mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran bela negara yang tinggi dan TNI yang profesional. Rumpun jabatan fungsional yang dilahirkan dengan komposisi warna demikian itu terdiri dari jabatan fungsional yang membangun kerangka kajian permasalahan membina masyarakat dan jabatan fungsional yang membangun kerangka kajian permasalahan TNI yang profesional, serta jabatan fungsional yang membangun kajian strategis kebijakan pertahanan yang menghubungkan kedua kerangka kajian pertama. Jenis jabatan fungsional yang menjadi bagian dari mozaik rumpun jabatan fungsional pertahanan adalah jenis jabatan fungsional yang membidangi pembinaan potensi pertahanan, pembinaan profesionalisme TNI dan pembinaan strategi pertahanan.
Selanjutnya jika keluasan dan kedalaman fungsi pertahanan serta komposisi mozaik rumpun jabatan fungsional itu sudah dipahami, kerangka waktu dan materi bahasan untuk melahirkan rumpun jabatan fungsional itu harus terukur dan terarah. Dengan kata lain sasaran dan kerangka waktu terwujudnya rumpun jabatan fungsional pertahanan harus jelas. Untuk memetakannya, rencana strategis harus dilahirkan.
Di sisi lain yang lebih penting, keinginan yang kuat untuk membangun rumpun jabatan fungsional memantapkan fungsi pertahanan harus dimiliki oleh segenap pengampu fungsi pertahanan. Hambatan psikologis manajemen, seperti prosedur yang rumit dan kerangka waktu yang panjang harus disingkirkan. Yang penting adalah langkah nyata, seperti yang dikemukakan oleh AA. Gym, mulai dari hal yang kecil, mulai dari diri sendiri dan mulai sekarang, menjadi landasan kerja penyusunan bangunan rumpun jabatan fungsional yang dimulai dari membuat rencana strategis membangun rumpun jabatan fungsional pertahanan. Tanpa menghilangkan hambatan psikologis ini, sulit untuk melangkah menyusun rencana strategis membangun rumpun jabatan fungsional pertahanan.
Melalui rencana strategis, langkah-langkah pencapaian tujuan dan sasaran terpetakan, kerangka waktu menjadi kendali dan yang lebih penting adalah langkah nyata telah diayunkan. Dengan peta yang jelas, jalan menuju tujuan terwujudnya rumpun jabatan fungsional pertahanan terpampang jelas. Dengan kerangka waktu yang terukur diperoleh efisiensi sumber daya menuju terwujudnya rumpun jabatan fungsional pertahanan. Sementara dengan langkah nyata yang sudah terayunkan, momentum terwujudnya rumpun jabatan fungsional pertahanan dapat diperoleh. Akhirnya, untuk mendorong percepatannya, komitmen dan kebijakan yang kuat dari Menteri tentu harus dilahirkan. Tanpa komitmen kuat dari pimpinan tertinggi pengampu fungsi pertahanan, sulit terwujud dan menjadi semakin besar tantangan untuk melahirkan rumpun jabatan fungsional pertahanan.

Pemikiran Awal Rencana Strategis Membangun Rumpun Jabatan Fungsional Pertahanan dan Permasalahannya

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 dan dihadapkan dengan fungsi pertahanan, visi rencana strategis membangun rumpun jabatan fungsional pertahanan adalah

Terwujudnya rumpun jabatan fungsional pertahanan yang mampu mengembangkan profesionalisme dan pembinaan karier pegawai, serta meningkatkan mutu pelaksanaan tugasnya, guna membentuk pegawai Departemen Pertahanan sebagai Aparatur Negara yang berdaya guna dan berhasil guna, dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pertahanan.

Karakteristik fungsi pertahanan berbeda dengan karakterisitik fungsi pemerintahan yang lain, yang membawa konsekwensi pada jenis pegawai pengampu fungsi pertahanan. Sebagai akibatnya, komposisi pegawai negeri Departemen Pertahanan berbeda dengan komposisi pegawai negeri Departemen lain. Karakateristik fungsi pertahanan yang juga menyangkut fungsi militer, mengakibatkan adanya pegawai militer di lingkungan Departemen Pertahanan. Untuk itu rumpun jabatan fungsional pertahanan yang akan disusun diperuntukkan tidak hanya Pegawai Negeri Sipil, tetapi juga pegawai militer, sehingga dalam rumusan visinya ditujukan kepada pegawai.

Dalam rangka menyusun rumpun jabatan fungsional, komposisi pegawai yang khas ini membawa berbagai permasalahan.

a.            Belum ada pengaturan jabatan fungsional militer, yang ada adalah Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 yang hanya mengatur jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil.
b.            Dengan komposisi pegawai dan karakteristik fungsi pertahanan tersebut di atas, apakah akan ditempuh kekhususan dalam penjabatannya. Dengan pertanyaan lain, apakah terdapat jenis jabatan fungsional pertahanan yang hanya diperuntukkan militer, atau hanya dapat dijabat oleh Pegawai Negeri Sipil, atau bahkan dapat dijabat baik Pegawai Neheri Sipil dan militer ?
c.            Apakah dalam rumpun jabatan fungsional pertahanan juga diatur jabatan fungsional di lingkungan TNI ?
d.            Akar dari permasalahan tersebut adalah apakah dalam pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pertahanan, militer termasuk dalam fungsi pertahanan ?

Untuk mendapatkan misi yang komprehensif dalam menyusun rumpun jabatan fungsional pertahanan, dua permasalahan terakhir harus dipecahkan. Tetapi jika  akan diselesaikan secara parsial, maka cukup dua permasalahan pertama di atas yang harus dipecahkan terlebih dahulu. Namun terlepas dari permasalahan-permasalahan tersebut, dapat dikemukakan misi jabaran dari visi dalam rencana strategis membangun rumpun jabatan fungsional pertahanan sebagai berikut :

a.            Menginisiasi Peraturan Pemerintah tentang jabatan fungsional militer
b.            Melaksanakan kajian terhadap fungsi pertahanan untuk melahirkan bidang dan kedalaman yang dipakai sebagai landasan penyusunan rumpun jabatan fungsional pertahanan.
c.            Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait dengan penyusunan jabatan fungsional untuk mendapatkan esensi dan prosedur serta legalitas
d.            Melaksanakan koordinasi dengan lingkungan akademis terkait untuk kedalam analisis akademis dan profesionalismenya.
e.            Menyusun dan menjabarkan rumpun jabatan fungsional pertahanan.
f.             Memfasilitasi lahirnya organisasi profesi pertahanan dan menyusun etika profesinya, serta mendorong lahirnya rumusan metode, teknik analisis dan prosedur kerja bidang kajian pertahanan

Memperhatikan misi yang terurai di atas, hal yang paling berat dalam mewujudkan rumpun jabatan fungsional pertahanan adalah membangun kerangka keilmuan dan profesi pertahanan. Kedua hal tersebut menjadi kunci untuk lahirnya landasan keilmuan  dan profesi pertahanan bagi rumpun jabatan fungsional pertahanan. Untuk tantangan berat itu, jika dimungkinkan dapat ditempuh kebijakan politis dengan argumentasi yang rasional yang dapat dipahami oleh pejabat atau instansi berwenang dalam penyusunan jabatan fungsional.

Tetapi jika kebijakan politis itu tidak dapat dilahirkan, sebenarnya potensi landasan keilmuan dan profesi pertahanan sudah dimiliki untuk melahirkan rumpun jabatan fungsional pertahanan. Lebih dari 20 tahun Departemen Pertahanan cq. Ditjen Kuathan (dahulu ditangani oleh Ditjen Persmanvet) mengembangkan kerjasama dengan Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada serta Depdiknas dan Lemhannas, menyelenggarakan Program Strata 2 Pengkajian Ketahanan Nasional.  Alumni dari Program Strata 2 Pengkajian Ketahanan Nasional juga telah membentuk organisasi profesi dengan nama Himpunan Alumni Studi Ketahanan Nasional (HASTANAS) dan sudah memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sejak tahun 2002.  Potensi ini dapat dikembangkan menjadi landasan keilmuan dan landasan profesi rumpun jabatan fungsional pertahanan.

Setelah permasalahan landasan keilmuan dan profesi terpecahkan, langkah selanjutnya adalah sudah berada dalam lingkup kewenangan Departemen Pertahanan dan instansi terkait dengan penyusunan jabatan fungsional. Sepanjang prosedur birokratis yang ditetapkan ditempuh, dan pengkajian untuk menjabarkan fungsi pertahanan melahirkan rumpun jabatan fungsional pertahanan telah dilakukan secara mendalam, maka penyelesaian penyusunannya relatif lebih mudah.

Epilog
Kebijakan dan implementasinya harus didasari oleh kajian yang luas dan dalam terhadap permasalahan yang akan diatasi oleh suatu kebijakan. Untuk itu kajian yang luas dan dalam serta profesional terhadap suatu permasalahan yang melandasi kebijakan dan implementasinya, harus dilakukan. Mekanisme kajian secara struktural melalui pelaksanaan fungsi oleh jabatan struktural dengan laporan dan evaluasi, kurang memadai untuk melahirkan kebijakan yang komprehensif. Mekanisme seperti itu terlalu birokratis dan memiliki hambatan psikologis kewenangan. Perlu dilakukan kajian yang inten dan mandiri, agar hasil kajiannya dapat obyektif dan mendekati permasalahan yang sebenarnya.

Melaksanakan kajian seperti itu salah satunya dapat dilakukan oleh jabatan fungsional. Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. Dasar keahlian dan kemandirian dengan disemangati pembinaan karir melalui prestasi kerja, menjadi jaminan kinerja yang optimal dalam jabatan fungsional mengkaji permasalahan sebagai bahan dasar perumusan kebijakan dan implementasinya.


Mengingat karakteristik jabatan fungsional dan kinerja yang dijanjikan, rumpun jabatan fungsional pertahanan sangat strategis untuk dapat memantapkan fungsi pertahanan. Untuk langkah nyata merumuskan jabatan fungsional pertahanan sebuah rencana strategis membangun rumpun jabatan fungsional pertahanan adalah hal yang mendesak yang dilandasi percepatannya oleh komitmen seluruh pengampu fungsi pertahanan untuk mewujudkannya demi mantapnya fungsi pertahanan dalam kedudukanya sebagai fungsi pemerintah.

*)Naskah ini pernah dimuat di Majalah Wira tahun 2005

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAJI ULANG SKB TENTANG MENWA TAHUN 2000

Standar, Prosedur, Kriteria, PENUTUP